JAKARTA, KOMPAS.com — Bagi Setara Institute, wacana perubahan Peraturan Bersama 2 Menteri (PBM) dinilai sebagai solusi instan dari pemerintah. Setara menyatakan bahwa akar masalahnya adalah gejala intoleransi yang tumbuh dalam masyarakat.
"Setelah kasus HKBP Ciketing, Perber itu perlu direvisi. Namun, ini hanyalah solusi instan saja. Masalah utamanya adalah mengemukanya gejala intoleransi dalam masyarakat kita," kata Bonar Tigor Naipospos, Wakil Ketua Setara Institute, dalam konferensi pers di kantornya, Bendungan Hilir, Jakarta, Selasa (21/9/2010).
Menurut Bonar, gejala intoleransi yang berkembang dalam masyarakat patut menjadi perhatian pemerintah. Intoleransi ini dimiliki oleh kelompok puritan, di mana mereka tidak bisa menerima kelompok beragama lain untuk hidup berdampingan.
Kelompok ini adalah kelompok kecil, menurut Bonaran, yang mulai menajamkan gerakannya selama tujuh tahun terakhir. "Bahkan mereka ini bukan warga yang berada di sekitar tempat ibadah," katanya. Kata Bonaran, kelompok puritan ini bergerak dari satu wilayah ke wilayah lainnya.
Menurut Bonaran, pemerintah mesti tegas menindak kelompok yang beraliran keras, yang mengganggu kerukunan umat beragama di Indonesia. Pemerintah diminta tidak melakukan pembiaran terhadap permasalahan ini. "Pemerintah pusat bahkan Presiden harus bertindak karena kelompok-kelompok ini lihai mencari modus baru melancarkan tujuannya. Pemerintah harus mencari solusi adil dan permanen karena akan terus terulang," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.