Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bintang Rock dalam Kamar Pesantren

Kompas.com - 19/09/2010, 05:06 WIB

Terbuka

Keterbukaan Pesantren Pabelan dan Gontor itu tak saja terlihat dari gaya hidup para santrinya, tetapi juga melebur dalam sistem pendidikan, penggunaan bahasa, dan persentuhan dengan dunia luar. Dua pesantren ini menerapkan sekolah berjenjang dan setara dengan pendidikan nasional, mulai dari madrasah (setingkat SD), tsanawiyah (SMP), aliyah (SMA), hingga jamiyah (perguruan tinggi).

Tak hanya ilmu agama Islam, setiap jenjang juga diperkenalkan pada ilmu umum, seperti fisika, matematika, atau biologi. Sehari-hari, para santri menggunakan bahasa Arab dan Inggris. Didukung laboratorium modern, mereka digembleng untuk menguasai dua bahasa tersebut agar bisa memadukan ilmu agama dan umum.

Lingkungan pesantren tak menutup diri terhadap dunia luar. Ambil contoh saja Pesantren Pabelan yang sering kedatangan tamu dengan latar belakang profesi dan agama berbeda. Semasa hidupnya, almarhum Romo Mangunwijaya, pastor yang juga arsitek di Yogyakarta, sering menginap di pesantren ini.

”Kami siap untuk sharing, bertukar pikiran dengan siapa pun,” ujar salah seorang pengasuh Pesantren Pabelan, Ahmad Najib Hamam.

Keterbukaan untuk memahami agama-agama di luar Islam diperkenalkan lewat mata pelajaran Adyan. Pelajaran yang mulai diberikan kepada santri kelas II madrasah aliyah itu mengkaji berbagai ajaran agama yang berbeda. Dengan begitu, santri dan ustaz tak ragu bergaul dengan umat agama lain.

Contohnya, saat liburan sekolah, para santri dan siswa-siswa SMA Van Lith, sekolah Katolik, bergantian saling mengunjungi untuk bermain basket bersama. Salah seorang pengajar Pesantren Pabelan, bahkan, tercatat sebagai guru tetap di SMA Van Lith.

Mercusuar

Dari mana kesadaran keterbukaan di dua pesantren itu berasal? Itu tak lepas dari visi untuk menjadikan pesantren sebagai media menumbuhkan iklim berpikir moderat. Pesantren Gontor, contohnya, sudah lama memegang moto ”berpikir bebas”.

”Kebebasan di sini meliputi keleluasaan bersikap, memilih, dan berkreasi, sepanjang tidak melanggar kaidah-kaidah Islam,” kata Nur Hadi.

Menurut Direktur Eksekutif International Centre for Islam and Pluralism M Syafi’i Anwar, semangat keterbukaan seperti di Pesantren Pabelan dan Gontor sebenarnya juga tumbuh di banyak pesantren di Indonesia. Sikap ini patut dikembangkan demi memperkuat nilai-nilai keberagaman (pluralisme), tasamuh (toleransi), moderat, dan kearifan di kalangan umat Islam. Saat lulus nanti, alumninya bisa ikut membangun masyarakat beradab yang menghargai kemajemukan.

”Pesantren-pesantren seperti itu adalah mercusuar yang mencerahkan masyarakat,” katanya. (RYO/IAM)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com