Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Minta Perketat Syarat Remisi

Kompas.com - 24/08/2010, 03:02 WIB

Jakarta, kompas - Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi Johan Budi mengutarakan, KPK mengusulkan syarat remisi dan asimilasi untuk terpidana korupsi harus diperketat. Remisi, asimilasi, dan grasi terhadap koruptor dinilai akan melemahkan semangat pemberantasan korupsi.

”Kami sudah mendiskusikan. Usulannya syarat pemberian remisi harus diperketat untuk terpidana korupsi,” papar Johan di Jakarta, Senin (23/8).

Salah satunya, kata Johan, adalah mempertimbangkan tingkat kejahatan yang bersangkutan. ”Misalnya, dari sisi kerugian negara berapa besar. Semakin besar semakin sulit mendapat remisi. Juga kualitas tindak pidananya. Penegak hukum yang terbukti korupsi tentu lebih sulit dapat keringanan hukuman,” katanya.

Johan juga mengatakan, KPK mempertimbangkan untuk menuntut terdakwa korupsi dengan hukuman maksimal. Dengan demikian, putusan untuk koruptor pun bisa lebih berat.

Sekretaris Jenderal Transparansi Internasional Indonesia Teten Masduki berpendapat, terpidana korupsi seharusnya jangan diberikan keringanan hukuman berupa asimilasi atau remisi, apalagi grasi. ”Koruptor harus dikecualikan dari remisi dan grasi sehingga korupsi di negeri ini berkurang. Saat ini kondisinya masih darurat korupsi,” katanya.

Menurut Teten, penegakan hukum yang lemah berkontribusi pada tetap maraknya korupsi. ”Hukum yang ada belum memberi efek jera terhadap koruptor karena rata-rata koruptor dihukum dua tahun penjara di pengadilan umum. Di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi rata-rata dihukum 4-6 tahun. Belum lagi bisa dapat pengurangan hukuman di tingkat banding,” katanya.

Teten mengatakan, berdasarkan penelitian Indonesia Corruption Watch tahun 2001, pemberian remisi untuk tahanan juga menjadi sumber negosiasi dan korupsi. ”Yang dimaksud berkelakuan baik sebagai syarat untuk dapat remisi itu, ya baik kepada sipirnya,” katanya.

Selain memperberat hukuman terhadap koruptor, kata Teten, untuk menimbulkan efek jera, terpidana korupsi juga tidak boleh memegang jabatan publik hingga lima tahun setelah bebas. ”Ini diterapkan di Thailand dan diatur dalam konstitusinya. Mereka mengadopsi hukum di Perancis. Juga tak ada pengadilan banding bagi koruptor,” ujarnya.

Secara terpisah, Senin, Kepala Biro Humas dan Hubungan Luar Negeri Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Martua Batubara menyatakan, pemberian remisi, grasi, dan pembebasan bersyarat kepada narapidana kasus korupsi sudah sesuai dengan hukum dan prinsip HAM universal. Grasi untuk mantan Bupati Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Syaukani Hasan Rais diajukan kuasa hukumnya sejak 20 November 2009. Syaukani dirawat di rumah sakit sejak 26 November 2008.

Menurut Martua, tahun 2010 ada 83.703 narapidana yang menerima remisi. Narapidana kasus korupsi yang menerima remisi 341 orang atau 0,40 persen saja.

Terkait pernyataan Ketua DPR Marzuki Alie bahwa mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia Aulia T Pohan bukan koruptor, Johan mengatakan tak ingin berpolemik. Aulia dan ketiga koleganya di pengadilan terbukti melanggar Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (aik/tra)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com