Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hukuman Ringan, Koruptor Dapat Grasi

Kompas.com - 21/08/2010, 12:45 WIB

BOGOR, KOMPAS.com — Ketua Mahkamah Konstitusi Prof Dr Mahfud MD menilai pemberian remisi dan grasi kepada terpidana korupsi adalah tidak bijaksana dan kontraproduktif pada upaya pemberantasan korupsi dengan keras.

 

"Secara hukum, itu memang boleh. Tetapi, boleh itu bukan berarti harus. Saya setuju dengan pendapat pemberian remisi atau grasi (untuk napi koruptor) itu tidak bijaksana," kata Mahfud di Kampus Dermaga Institut Pertanian Bogor di Dramaga, Kabupaten Bogor, Sabtu (21/8/2010) siang.

 

Mahfud mengatakan hal tersebut kepada wartawan, yang meminta tanggapannya atas pemberian remisi kepada Aulia Pohan dan grasi kepada Syaukani, terpidana korupsi.

 

Menurut Mahfud, pemberian remisi dan grasi itu sudah terjadi, secara undang-undang memang Presiden boleh memberikannya. "Tetapi, saya lebih setuju dengan pendapat untuk kejahatan luar biasa (extraordinary crime) seperti korupsi, remisi dan grasi tidak boleh diberikan," tegasnya.

 

"Sudah hakim pengadilan kita tidak menjatuhkan vonis maksimal 20 tahun, masih lagi diberi remisi, grasi. Ini menjadi tidak efektif dalam memberi efek jera," katanya.

 

Kebijakan pemberian remisi dan grasi kepada terpidana korupsi, lanjut Mahfud, tidak bijaksana dan kontraproduktif karena melemahkan upaya-upaya bangsa Indonesia memberantas korupsi dengan keras.

 

"Pemberian itu secara undang-undang memang boleh, tetapi dilihat dari tanggung jawab moralitas, itu kurang," katanya.

 

Ketua MK Mahfud MD di Kampus Dramaga IPB dalam acara Kuliah Perdana Mahasiswa Baru Pascasarjana IPB memberi kuliah umum terbuka dengan judul "Perguruan Tinggi dan Globalisasi dalam Perspektif Konstitusi".

 

Dalam kuliahnya, Mahfud mengatakan, antara lain, merebaknya korupsi dan ketidakberesan dalam berbangsa dan bernegara saat ini adalah tanggung jawab perguruan tinggi yang selama ini hanya mencetak sarjana dan dokter, bukan manusia intelektual atau cendekiawan Indonesia.

 

Rektor IPB Prof Dr Herry Suhardianto mengatakan, tidak sesederhana itu menyimpulkan ketidakberesan Indonesia saat ini karena kesalahan perguruan tinggi. "Tetapi memang betul, kita tidak boleh hanya meningkatkan pendidikan otak, tetapi juga harus mempertinggi pendidikan moralitas," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

    Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

    Nasional
    Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

    Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

    Nasional
    Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

    Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

    Nasional
    Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

    Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

    Nasional
    Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

    Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

    Nasional
    Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

    Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

    Nasional
    MK Bantah Ada Bocoran Putusan Sengketa Pilpres

    MK Bantah Ada Bocoran Putusan Sengketa Pilpres

    Nasional
    Marinir Indonesia-AS Akan Kembali Gelar Latma Platoon Exchange Usai 5 Tahun Vakum

    Marinir Indonesia-AS Akan Kembali Gelar Latma Platoon Exchange Usai 5 Tahun Vakum

    Nasional
    Ingin Pileg 2029 Tertutup, Kaesang: Supaya “Amplop”-nya Enggak Kencang

    Ingin Pileg 2029 Tertutup, Kaesang: Supaya “Amplop”-nya Enggak Kencang

    Nasional
    PSI Akan Usung Kader Jadi Cawagub Jakarta dan Wali Kota Solo

    PSI Akan Usung Kader Jadi Cawagub Jakarta dan Wali Kota Solo

    Nasional
    Soal Sengketa Pilpres, Pengamat Nilai MK Tak Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran

    Soal Sengketa Pilpres, Pengamat Nilai MK Tak Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran

    Nasional
    Profil Marsda Arif Widianto, Pati AU yang Kini Jabat Dansesko TNI

    Profil Marsda Arif Widianto, Pati AU yang Kini Jabat Dansesko TNI

    Nasional
    Sudirman Said Sebut Pertemuan JK dan Megawati Kemungkinan Terjadi Setelah Putusan MK

    Sudirman Said Sebut Pertemuan JK dan Megawati Kemungkinan Terjadi Setelah Putusan MK

    Nasional
    Kaesang Ingin Pileg 2029 Proporsional Tertutup: Pilih Partai, Bukan Caleg

    Kaesang Ingin Pileg 2029 Proporsional Tertutup: Pilih Partai, Bukan Caleg

    Nasional
    KSAU Temui KSAL, Bahas Peningkatan Interoperabilitas dan Penyamaan Prosedur Komunikasi KRI-Pesud

    KSAU Temui KSAL, Bahas Peningkatan Interoperabilitas dan Penyamaan Prosedur Komunikasi KRI-Pesud

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com