JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi III diingatkan tak terkecoh dengan pernyataan Polri bahwa yang dimaksud rekaman adalah call data record yang telah diserahkan pihak kepolisian ke Pengadilan Tipikor.
Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane mengatakan, call data record (CDR) tidak bisa disamakan dengan rekaman. Pasalnya, dalam beberapa kesempatan, terutama pada rapat kerja dengan Komisi III, Kapolri Jenderal (Pol) Bambang Hendarso Danuri selalu mengatakan rekaman, bukan CDR.
"Harus dijelaskan bahwa antara CDR dan rekaman itu berbeda. Bisa saja karena terpojok, kemudian ngeles bahwa yang dimaksud rekaman itu CDR. Kalau seperti itu sama saja membodohi orang," kata Neta di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (13/8/2010).
Ia menilai, tak mungkin Kapolri tak bisa membedakan arti rekaman dengan apa yang dimaksud CDR. "CDR itu catatan data siapa menelepon siapa. Kalau rekaman, ya suara. Sekarang dikatakan bahwa rekaman itu CDR. Jangan mau dibodoh-bodohi Polri," ujarnya.
Dalam kesempatan rapat kerja dengan Kapolri pada pekan depan, Neta berharap Komisi III bisa menyatukan persepsi mengenai pemahaman terhadap rekaman dan CDR. Neta juga mengusulkan agar DPR mendengarkan kembali pernyataan Kapolri untuk memahami konteks ucapannya.
Pernyataan Kapolri mengenai adanya rekaman tersebut tak hanya disampaikan dalam rapat kerja dengan Komisi III. Dalam catatan Kompas.com, Kapolri juga menyampaikan hal yang sama saat menjawab pertanyaan wartawan di DPR pada 23 Juli 2010.
Sementara itu, anggota DPD yang pernah menjabat Gubernur Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Farouk Muhammad, sependapat dengan Polri bahwa rekaman itu tak berarti harus berupa rekaman suara. "CDR juga rekaman, tidak selalu harus suara. Kalau Kapolri menyatakan ada bukti isi percakapan, mungkin bisa diartikan rekaman," ujar Farouk.
Jika memang pernyataan Kapolri keliru, maka menurutnya pertanggungjawaban pidana tidak bisa dimintakan. Farouk berpandangan, pernyataan yang disampaikan kepada Komisi III atau menjawab pertanyaan pers merupakan pernyataan publik dan tidak bisa dimintakan tanggung jawab yuridis.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.