JAKARTA, KOMPAS.com — Penggunaan helikopter untuk perjalanan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dari rumah pribadinya di Puri Indah Cikeas, Gunung Putri, Jawa Barat, menuju Kantor Presiden, Kompleks Istana, Jakarta atau sebaliknya, dinilai bukan jalan keluar yang baik secara politis ataupun ketatanegaraan.
Presiden Yudhoyono dianjurkan tinggal di Istana Negara, Jakarta, yang selama ini memang sudah digunakan sebagai rumah dinasnya. Anjuran ini dilontarkan agar tercapai efisiensi dalam manajemen pemerintahan.
Hal itu diungkapkan oleh Wakil Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Partai Amanat Nasional (PAN) Dradjat Wibowo di Jakarta, Senin (19/7/2010).
"Alternatif yang ideal jika memang Presiden Yudhoyono tidak mau tinggal di Istana Negara, ya pemerintah harus membangun rumah dinas kembali untuk Presiden Yudhoyono. Rumah dinasnya di luar kompleks Istana dan tidak jauh dari Istana," tandas Dradjat.
Menurut Dradjat, rumah dinas Presiden yang harus dibangun, jika Presiden Yudhoyono memilih keluar dari Istana Negara, harus dilakukan oleh pemerintah. Sebab, sekarang ini baru ada rumah dinas bagi Wakil Presiden Boediono yang ada di pojok Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat.
"Kalau pemerintah membangun rumah dinas untuk Presiden, berarti Kantor Presiden di Kompleks Istana hanya menjadi kantor sehari-hari Presiden. Sedangkan Istana Negara dan Istana Merdeka menjadi tempat untuk pelaksanaan acara dan menyambut tamu-tamu negara saja, bukan lagi tempat tinggal. Pembungunan rumah dinas Presiden sekarang ini wajar asalkan Presiden tidak tinggal lagi di Istana Negara," demikian Dradjat.
Persoalan helikopter dan rumah dinas Presiden menjadi salah satu alternatif setelah munculnya masalah dengan rangkaian pengawalan Presiden di jalan raya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.