Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berpetualang di Perkebunan Teh Dewata

Kompas.com - 12/07/2010, 08:27 WIB

KOMPAS.com - Ciwidey, dataran tinggi Bandung Selatan, Kabupaten Bandung, memang menyimpan pesona kecantikan alam yang memanjakan. Perkebunan teh menjadi pemandangan yang selalu membuat pengunjung merindu.

Siapkan jip atau kendaraan lain yang siap tempur jika ingin menjelajah warisan alam yang diambil alih pengusaha lokal dari penguasaan Belanda ini. Anda juga membutuhkan baju hangat karena kabut akan menyambut. Meski waktu masih menunjukkan pukul 14.00, hawa dingin akan memberikan kesejukan. Perjalanan menuju Dewata yang menguras energi, dengan jalan berbatu, takkan membuat Anda berkeringat meski adrenalin dan detak jantung bergerak lebih cepat.

Pengalaman inilah yang ingin dibagi PT Unilever, bersama sejumlah media dan difasilitasi oleh komunitas Republik Jip dari Kota Bandung, untuk menelusuri perjalanan panjang menuju wahana alam.

Membutuhkan waktu dua jam (berkendara jip), dalam kondisi cuaca cerah tak berhujan. Menempuh jarak 30 kilometer dari pasar Ciwidey untuk mencapai dataran tinggi perkebunan teh Dewata yang dikelola PT Chakra. Sepanjang perjalanan, mata tak hanya termanjakan dengan hamparan kebun teh, tetapi juga keramahan penduduk yang kebanyakan bekerja sebagai pemetik daun teh atau karyawan pabrikan produsen teh.

Perjalanan panjang, bagi penyuka wisata alam dan petualangan, tak akan membosankan. Anda akan diajak membelah hutan tropika, dengan udara sejuk pegunungan. Bahkan pada waktu malam, aroma sulfur mulai tercium. Menurut perkiraan pemandu dari Republik Jip, aroma sulfur bisa saja berasal dari kawasan wisata Kawah Putih yang berada dalam ketinggian serupa meski terpisah jarak area.

Jika lelah dan ingin singgah, boleh saja menikmati sejenak pemandangan alam dan hamparan kebun teh, atau bercengkrama dengan penduduk lokal. Anda mungkin akan sulit menemukan minuman seperti teh atau kopi panas di pinggiran kebun teh. Kecuali jika ada pemandu yang kenal dengan penduduk lokal, yang bisa membantu Anda memesan teh panas untuk menghangatkan badan.

Berwisata di kawasan perkebunan teh Dewata, kawasan Gunung Tilu ini, merupakan kombinasi antara wisata petualangan, tea walk, dan wisata budaya. Jika suka kemping, Anda juga bisa melakukannya, tetapi Anda perlu membawa beberapa peralatan sendiri. Tak perlu lengkap, cukup beberapa saja, seperti alat masak sederhana untuk membuat teh hangat.

Bagi pelancong yang awam dengan kawasan ini, sebaiknya mencari travel agent atau bekerjasama dengan komunitas. Contohnya Republik Jip, untuk memandu sekaligus menjamin keselamatan selama perjalanan.

"Biasanya, turis lokal atau asing di Bandung yang ingin berwisata, akan menghubungi pihak hotel (Hotel Sheraton Bandung, misalnya) untuk mendapatkan perjalanan ini. Pihak hotel akan bekerjasama dengan kami untuk memandu perjalanan. Biasanya, kalaupun jumlah pengunjung tak banyak dan hanya butuh satu jip saja, kami tetap akan menyiapkan lebih dari satu jip untuk membawa perlengkapan kesehatan, juga berbagai kebutuhan lain termasuk jasa keamanan," papar Ade, salah satu anggota Republik Jip, kepada Kompas Female saat berkunjung ke perkebunan teh Dewata beberapa waktu lalu.

Menurut Ade, untuk mencapai area kebun teh Dewata, perjalanan melewati kawasan hutan tetap membutuhkan kewaspadaan. Beberapa di antara anggota Republik Jip sendiri memiliki kemampuan dan kewenangan untuk keamanan. Faktor keselamatan memang diutamakan untuk sepanjang perjalanan. Bagaimanapun Anda tengah menjelajah kawasan hutan, bukan?

Dengan bantuan pemandu sekaligus pengendara handal untuk jalan berbatu dan terjal, turis tak sekadar menghabiskan waktu berjam-jam hanya duduk diam. Pemandu juga diperkaya dengan berbagai pengetahuan seputar kondisi alam bahkan kultur budaya setempat. Artinya wisata seru yang cocok untuk keluarga ini, juga kaya dengan edukasi. Termasuk edukasi bagi anak, yaitu mendekatkan alam sejak dini untuk misi konservasi.

Bicara soal kondisi alam, Dewata memang laksana singgasana dewa, yang letaknya di ketinggian lebih dari 1.000 meter di atas permukaan laut. Posisinya menjadi bagian kawasan cagar alam hutan Gunung Tilu seluas 8.000 hektar, hutan tropis di Jawa Barat. Hutan tropis yang ditetapkan sebagai cagar alam pada 1978 ini menjadi habitat berbagai flora fauna, seperti Owa Jawa dan berbagai pepohonan dengan ketinggian lebih dari 60 meter.

Direktorat jenderal perlindungan hutan dan konservasi alam mencatat, Cagar Alam Gunung Tilu memiliki tipe ekosistem hutan hujan dataran tinggi. Dengan jenis pohon yang mendominasi kawasan seperti saninten, rasamala, kiputri, pasang, teureup, puspa, kondang, dan tunggeureuk. Satwa liar juga ada dalam kawasan ini, seperti macan tutul, bajing, kera, owa, kijang, lutung, surili , burung dederuk, burung perkutut, ular sanca, dan lain-lain.

Topografi wilayah cagar alam ini berbukit, dengan permukaan landai juga terjal. Gunung Tilu merupakan tipe hutan tropis yang berfungsi sebagai kawasan lindung jenis flora dan ekosistem yang berada di antara Gunung Malabar, Wayang, Kancana, Tambakruyung, dan Gunung Masigit. Cagar Alam Gunung Tilu itu sendiri memiliki tujuh puncak, salah satunya puncak Gunung Dewata.

Anda tentu masih ingat bencana alam longsor di area perkebunan teh Ciwidey dan Pasirjambu? Di areal perkebunan teh yang dibangun pada masa kolonial Hindia Belanda inilah, perkampungan penduduk berada yang juga menjadi korban bencana, akhir Februari lalu. Perkebunan teh Dewata juga terkena, memakan korban tak sedikit dengan beberapa rumah penduduk yang rata dengan tanah.

Jika akhir pekan nanti Anda berencana ke perkebunan teh dewata, Anda bisa menyaksikan bagaimana bencana longsor mengubah pemandangan. Beberapa area rata dengan tanah, memberi pemandangan tak lagi hijau sempurna. Meski kawasan cagar alam tak mungkin disentuh penebang liar, kawasan dengan curah hujan tinggi ini memang berpotensi terkena longsor.  

Menyaksikan pemandangan alam bukan sekadar menenangkan pikiran, namun sekaligus menjadi metode untuk mempelajari konservasi alam agar warisan ini tetap utuh puluhan tahun ke depan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com