Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Edy Mengaku Diarahkan Anggodo

Kompas.com - 09/06/2010, 02:49 WIB

Jakarta, Kompas - Pengusaha Edy Soemarsono mengaku diarahkan Anggodo Widjojo agar memberikan keterangan kepada penyidik Polri bahwa seolah-olah telah terjadi pemerasan oleh pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi. Perkara pemerasan inilah yang kemudian menjerat Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah menjadi tersangka.

Pengakuan tersebut disampaikan Edy saat diperiksa sebagai saksi dalam sidang perkara terdakwa Anggodo Widjojo di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Selasa (8/6).

”Saya disuruh memversikan (membuat versi) agar uang yang diberikan kepada Chandra Hamzah itu atas permintaan Antasari, agar perkara ini dianggap pemerasan, bukan penyuapan,” kata Edy.

Permintaan Anggodo kepada dirinya itu, menurut Edy, disampaikan saat keduanya bertemu di rumah makan Bakmi GM di Blok M pada 28 Juni 2009.

Menurut Edy, Anggodo juga meyakinkan dirinya bahwa laporan tentang dugaan pemerasan oleh pimpinan KPK akan ditanggapi serius oleh Polri.

”Waktu itu Anggodo mengatakan, kalau digulirkan ke Mabes Polri, pasti akan diseruduk oleh Susno (Duadji),” kata Edy. Komisaris Jenderal Susno Duadji saat itu menjabat Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri.

Edy juga menambahkan, setelah menemui Anggoro Widjojo— kakak Anggodo—di Singapura, dia akhirnya mengetahui bahwa Anggodo yang berinisiatif menghubungi Anggoro untuk mengurus perkara di KPK. ”Saya berangkat ke Singapura atas inisiatif Anggodo dan dibiayai oleh dia,” kata Edy.

Anggodo menolak semua keterangan Edy Soemarsono. ”Semua keterangan saksi tidak benar. Edy berangkat ke Singapura bersama istrinya. Dia dibiayai oleh PT Masaro,” ungkap Anggodo.

Saksi lainnya, Presiden Direktur PT Masaro Putranefo Alexander Prayugo, mengaku telah mengetik kronologi penyuapan terhadap pimpinan KPK. Semua isi kronologi itu dibuat atas perintah Anggodo Widjojo dan Ary Muladi.

”Saya yang diminta mengetik Pak Anggodo waktu pertemuan di Apartemen Sudirman pada 15 Juli 2009. Mereka berdua (Anggodo dan Ary Muladi) ngomong, saya mengetikkan,” katanya.

Meterai Rp 6.000

Putranefo kemudian juga mengaku diminta oleh Anggodo untuk mengurus legalisasi ke Kantor PT Pos dan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, terma- suk menempelkan meterai Rp 6.000.

Namun, Putranefo mengaku tidak tahu-menahu soal isi kronologi tersebut. Dia hanya mengatakan, proses pengetikan berlangsung lama, yaitu sekitar enam jam. Hal itu karena Anggodo dan Ary mendiskusikan poin-poin kronologi yang akan ditulis. (AIK)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com