Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dunia Pendidikan Pascapembatalan UU BHP

Kompas.com - 01/05/2010, 14:06 WIB

Oleh CAHYONO AGUS

Mahkamah Konstitusi telah memutuskan pembatalan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan sesuai amar keputusan MK No. 11-14-21-126- 136/PUU-VII/2009 yang dibacakan 31 Maret 2010 lalu. Kontroversi UU BHP telah berlangsung lama. Mahasiswa dan pemangku kepentingan pendidikan yang tidak setuju terhadap UU BHP juga telah melakukan penolakannya sejak sebelum diundangkan.

Dengan segala persepsinya, banyak kekhawatiran yang muncul di kalangan internal pendidikan maupun kalayak umum, pemahaman yang menyeluruh terhadap Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP) juga belum seluruhnya terjadi. Kekhawatiran terhadap mahalnya komersialisasi pendidikan, peran yayasan sebagai penyelenggara pendidikan, tanggung jawab pemerintah serta isu krusial lainnya masih selalu diperdebatkan. Hal itu pula yang dijadikan dasar gugatan dan menjadi amar keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang akhirnya membatalkan seluruh UU BHP yang telah diundangkan, tetapi belum sempat diberlakukan secara seksama.

Ketakutan masyarakat muncul karena draf awal UU BHP telah memunculkan ketentuan tentang adanya modal asing yang bisa masuk dalam bisnis pendidikan meski sebenarnya sudah tidak muncul lagi dalam UU yang diundangkan. Citra masyarakat yang telah melekat erat bahwa biaya pendidikan semakin tinggi terutama di PT BHMN karena boleh membuat skema khusus pada ujian seleksi masuk calon mahasiswa dengan keharusan membayar biaya tinggi, telah dijadikan bahan penolakan. Meskipun skema khusus ini hanya sekitar 10 persen dari jumlah mahasiswa baru, tetapi karena pemahaman yang belum menyeluruh sepenuhnya dan peran media yang kuat, isu komersialisasi pendidikan menjadi momok yang masih tetap ditakuti.

Padahal, biaya pendidikan di pendidikan anak usia dini (PAUD) semacam play group, TK terpadu dan sebagainya yang kadang bisa lebih besar dibanding biaya pendidikan di perguruan tinggi kadang malah kurang menjadi perhatian. Biaya pendidikan di PTN pun juga ikut naik. PT BHMN juga dituntut harus berkualitas dunia dan menyandang peran penting sebagai agent of change (agen perubahan) bagi pembangunan nasional UU Sisdiknas Pasal 6 Ayat 2 yang menyatakan bahwa "setiap warga negara bertanggung jawab terhadap keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan" telah dimaknai oleh MK hanya ikut bertanggung jawab.

Pasal 41 Ayat 9 UU BHP sebenarnya hanya mensyaratkan bahwa seluruh kontribusi peserta didik dalam pendanaan pendidikan tinggi paling banyak 1/3 (sepertiga) dari biaya operasional. Selama ini, tampaknya penyelenggaraan pendidikan di banyak perguruan swasta sebagian besar masih disokong peserta didik. Pembatasan kontribusi biaya bagi peserta didik yang hanya sepertiga dan definisi biaya operasional tampaknya bagian yang belum mendapatkan kata sepakat bagi seluruh pemangku kepentingan pendidikan sehingga masih menjadi tarik ulur.

Tanpa pengaturan kontribusi peserta didik, pemerintah atau swasta bisa jadi harus sepenuhnya menanggung biaya secara keseluruhan, atau justru menggantungkan sepenuhnya kepada kontribusi peserta didik.

BHP juga diwajibkan menyediakan anggaran untuk membantu peserta didik WNI yang tidak mampu membiayai pendidikannya dalam bentuk beasiswa, bantuan biaya pendidikan, kredit mahasiswa, dan/atau pemberian pekerjaan kepada mahasiswa. Dengan adanya amar keputusan MK tentang Pembatalan UU BHP, berarti Pasal 12 Ayat (1) huruf c UU Sisdiknas tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Padahal, Pasal 46 Ayat 1 UU BHP sebenarnya telah mewajibkan BHP menjaring dan menerima WNI yang memiliki potensi akademik tinggi dan kurang mampu secara ekonomi paling sedikit 20 persen dari jumlah keseluruhan peserta didik yang baru.

Dengan demikian, dalam menetapkan kebijakan pemberian beasiswa, pemerintah hanya boleh mendasarkan pada prestasi peserta didik, tetapi tidak boleh membedakan latar belakang ekonomi orangtua peserta didik. Akibatnya, bisa jadi tidak ada jaminan peserta didik yang kurang mampu (miskin) dapat menerima beasiswa. Barangkali, anggaran yang harus disediakan untuk memberi beasiswa bagi 20 persen peserta didiknya juga sebenarnya merupakan salah satu bagian terberat dari para penyelenggara pendidikan untuk memenuhinya.

Menurut amar keputusan MK, Pasal 53 Ayat (1) UU Sisdiknas adalah konstitusional sepanjang frasa "badan hukum pendidikan" dimaknai sebagai sebutan fungsi penyelenggara pendidikan dan bukan sebagai bentuk badan hukum tertentu. Dengan demikian, UU Nomor 9 Tahun 2009 tentang BHP menjadi tidak berlaku sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Menurut versi Kementerian Pendidikan Nasional, penyelenggaraan pendidikan dasar, menengah, dan tinggi oleh masyarakat melalui yayasan berdasarkan UU No 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, yang semula akan disesuaikan tata kelolanya sebagai BHP Masyarakat (BHPM) berdasarkan UU BHP, menjadi tidak jelas bentuk badan hukum yang harus digunakan untuk menyelenggarakan pendidikannya. Ketidakjelasan bentuk badan hukum bagi penyelenggaraan pendidikan oleh masyarakat ini disebabkan yayasan tidak boleh secara langsung menyelenggarakan pendidikan, melainkan harus dilakukan dengan membentuk badan usaha.

Padahal, penyelenggara pendidikan melalui badan usaha bertujuan mencari laba, bertentangan dengan prinsip nirlaba dalam pendidikan. Hingga saat ini diperkirakan ribuan yayasan penyelenggara pendidikan belum menyesuaikan pada UU Yayasan sehingga harus bubar dan dilikuidasi kekayaannya. Proses pembelajaran dan ijazah yang diterbitkan sekolah atau perguruan tinggi yang tidak berbadan hukum menjadi ilegal. Semula penyelesaian masalah ini akan dilakukan dengan mengakui yayasan tersebut sebagai BHP Penyelenggara berdasarkan UU BHP tanpa mengubah bentuk badan hukum yayasan atau tetap berbentuk yayasan.

Pemerintah harus segera menyelesaikan masalah yayasan dan tujuh PT BHMN serta pendidikan kedinasan agar tidak terdapat kekosongan hukum tentang pengaturan tata kelola perguruan tinggi. Bagaimanapun, ada atau tidak ada UU BHP, pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan pendidikan harus tetap berkomitmen meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Cahyono Agus Dosen Fakultas Kehutanan UGM Yogyakarta

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com