Salah satu contoh inkonsistensi yang masih terjadi saat ini dan kerap membingungkan dunia usaha adalah semakin rendahnya suku bunga acuan BI (BI Rate), tetapi tidak diikuti menurunnya suku bunga pinjaman.
”BI Rate sudah mencapai 6,5 persen, tetapi suku bunga pinjaman tetap saja 12-14 persen. Jika ini terus bertahan, sulit bagi dunia usaha mengembangkan daya saingnya,” ungkap Arief.
Inkonsistensi juga masih membebani pelaku usaha dalam hal pemberantasan pungutan liar yang tidak juga tuntas. Menurut Direktur Utama PT Smart Tbk Daud Dharsono, upaya Kementerian Keuangan untuk menghapuskan peraturan daerah yang membebani iklim usaha ternyata dimanipulasi oleh pemerintah daerah tertentu.
”Ada beberapa peraturan daerah tentang pungutan yang sudah dilarang terbit oleh Kementerian Keuangan malah didaur ulang dalam bentuk yang sama, tetapi dengan nama yang berbeda. Tadinya diberi nama retribusi, sekarang menjadi sumbangan sukarela. Padahal, esensinya sama,” ungkapnya.