Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Empat Hari Belajar Tortor

Kompas.com - 21/04/2010, 03:10 WIB

Gerakan Eti Sianipar (16) bersama 10 rekannya begitu ritmis. Kaki dan tangan para siswa SMKN 2 Soposurung itu bergerak berdasarkan aba-aba Chandra Butarbutar (16) selaku ketua kelompok. Mereka tampak sudah hafal gerakan tari tortor yang mereka peragakan di pelataran Museum Batak milik TB Silalahi Center, Minggu (18/4).

”Belum lama mereka latihan. Baru empat hari lalu. Kami agak ngebut latihan karena mau ikut lomba. Kakak-kakak kelas yang sudah mahir tari tortor sedang berhalangan,” kata pelatih tari, Lao Ranto Simanulang.

Menjelang lomba, Eti dan rekannya berlatih dari pukul 09.00 sampai 14.00. Kadang berlanjut sampai menjelang maghrib.

Tortor merupakan tari etnis Batak Toba yang memiliki pakem atau urutan gerakan yang memiliki arti tertentu, bergantung pada tujuan tortor. Apakah untuk bersukacita, menghormati seseorang, atau untuk tujuan yang lebih agung, yakni menyembah Tuhan. Tortor dilakukan dengan iringan alat musik tradisional Batak, gondang (kendang), yang dimainkan oleh pargonsi (pemain gondang).

Penari tortor berpakaian khas Batak, berupa kain ulos yang dililitkan di pinggang, seperti sarung (sabe-sabe), ikat kepala atau mahkota (tali-tali), dan selendang (sampe-sampe) untuk penari pria. Ketua kelompok harus membawa pedang dan tas sandang kecil. Adapun penari perempuan memakai atasan (hohop-hohop) yang dipadu dengan sabe-sabe dan sampe-sampe. Semua penari bertelanjang kaki.

Pemimpin tari tortor yang disebut kepala suku punya wewenang kapan gondang ditabuh dan kapan berhenti. Dia pula yang memberikan aba-aba kepada para penari untuk melakukan gerakan tertentu. Semua aba-aba disampaikan dalam bahasa Batak yang berbentuk pantun yang sarat petuah (umpasa).

Kualitas tari tortor bergantung pada keseragaman gerakan, kesesuaian antara gerakan dan bunyi kendang, serta kerapian pakaian.

Makna gerakan

Ketua Yayasan TB Silalahi Center Masrina R Silalahi mengingatkan, setiap gerakan tortor mengandung makna tersendiri. Misalnya, saat penari perempuan menengadahkan kedua tangan di atas pundak, itu melambangkan bahwa sebagai perempuan dia siap menerima segala tanggung jawab berikut risikonya atau hidup mandiri.

Dalam empat hari, Eti, Chandra, dan sembilan rekannya tidak hanya harus mengenal urutan gerakan, tapi juga memahami makna setiap gerakan. ”Latihannya memang berat. Tapi, seandainya tidak ada lomba tortor, mungkin saya tidak pernah mengenal tarian itu dan apa artinya meskipun beberapa kali pernah melihat,” kata Eti.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com