Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warisan Souw di Patekoan

Kompas.com - 23/02/2010, 09:01 WIB

KOMPAS.COM — Delapan teko atau poci, demikian nama Jalan Patekoan punya arti. Nama itu berawal dari seorang kapiten dermawan yang pernah tinggal di sepanjang jalan tersebut. Kapiten Gan Djie dan istrinya setiap hari menyediakan delapan teko (poci) berisi teh untuk mereka yang haus di tengah perjalanan. Jalan Patekoan kini berubah menjadi Jalan Perniagaan. Selain gedung bekas Tiong Hoa Kwe Koan (THHK), di jalan ini ada lagi satu gedung dengan gaya unik dan sejarah penting.

Orang menyebut gedung tersebut sebagai "Rumah Keluarga Souw". Rumah berpagar tinggi yang hampir menutup halaman gedung ditambah dengan truk besar berkumpul di halaman rumah membuat gedung ini sukar dilihat. Apalagi, ketika itu, acara Komunitas Jelajah Budaya (KJB) memang digelar malam hari dalam rangka malam Tahun Baru Imlek. Jadi, jelas tambah sulit dilihat. Yang pasti, bangunan ini mencolok dengan gaya atap yang khas, meski di malam hari, gedung itu tetap saja menarik perhatian.

Keluarga Souw dulu terkenal sebagai keluarga kaya raya karena salah satu anggota keluarga Souw pernah menjabat sebagai luitenant der Chineezen (letnan orang-orang Tionghoa). Anggota Souw yang terkenal adalah kakak-beradik Souw Siauw Tjong dan Souw Siauw Keng. Kakek buyut dan ayah  mereka yang bernama Souw Kong Seng (1766-1821) dan Souw Thian Pie (1816-1870) pernah  menjabat sebagai luitenant der Chinezeen.

Souw Siauw Tjong sangat dermawan, ia banyak membantu klenteng-klenteng tua. Salah satunya saat memugar Klenteng Boen Tek Bio Tangerang tahun 1875 dan Klenteng Kim Tek Ie Batavia tahun 1890. Saudara Souw Siauw Tjong, Souw Siauw Keng, diangkat menjadi luitenant der Chineezen di Tangerang pada tahun 1884,” papar Ketua KJB Kartum Setiawan, malam itu.

Souw Siauw Tjong salah satu orang terkaya di Batavia pada saat itu, memiliki tanah yang luas di Paroeng Koeda, Kedawoeng Oost (Wetan), dan Ketapang yang berada dalam wilayah Tangerang, Banten, demikian disebutkan dalam sebuah penelitian tentang bangunan bersejarah di Kota Tua. Rumah ini mempunyai ciri khas berupa atap trapesium yang bagian atasnya melengkung. Di ujung lengkungan atap terdapat ukiran hias yang cukup indah. Bentuk atap yang demikian menandakan bahwa pemilik rumah tersebut adalah orang yang terpandang dan kaya-raya.

Selain bangunan utama yang terlihat dari depan, lanjut Kartum, ada lima bangunan tambahan lain. Namun, saat ini yang tersisa hanya tiga bangunan. Seperti lazimnya rumah Tionghoa, rumah keluarga Souw ini juga memiliki ruangan altar, tentu saja dengan ukuran cukup besar.

Menurut pengamat budaya Tionghoa peranakan, David Kwa, gaya tersebut bernama gaya Ekor Walet. Dan rumah Tionghoa bergatya Ekor Walet kini makin menyusut. "Di Jakarta, yaitu sepanjang Angke, Jembatan Lima, Patekoan, Ji Lak Keng, Kongsi Besar, Tongkangan, Petak Baru, Pasar Pagi, Pasar Gelap, Toko Tiga-Toko Tiga Sebrang, Blandongan, Pintu Kecil, Gang Burung, Jembatan Batu, dan Pinangsia sampai ke Jatinegara, masih tersisa bangunan Tionghoa bergaya pelana," kata David.

Sementara yang bergaya Ekor Walet bisa dihitung dengan jari, yaitu gedung bekas kediaman Majoor Khouw Kim An (1879-1945)—Candra Naya—di Gajah Mada yang sudah rusak, gedung yang masih dihuni keturunan Luitenant Souw Thian Pie (masa jabatan 1848-1860) dan kedua putranya Luitenant Titulair Souw Siauw Tjong (masa jabatan 1877-1898) dan Luitenant Souw Siauw Keng (masa jabatan 1897-1913) di Patekoan (Perniagaan), gedung yang kini dijadikan bangunan Gereja Santa Maria de Fatima di Toa Se Bio (Kemurnian III) dan rumah Kongsi Oey Djie San di Karawaci yang kini juga sudah berubah menjadi resto cepat saji.

 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com