Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gereja Berasitektur Klenteng di Jalan Kemenangan

Kompas.com - 22/02/2010, 01:42 WIB


KOMPAS.COM - Berkeliling Pecinan Jakarta, tak lengkap rasanya jika tak mampir ke satu gereja berarsitektur Tionghoa di Jalan Kemenangan III atau Jalan Toasebio.  Bangunan ini menarik perhatian karena nuansa Tionghoa sangat kental dengan dominasi warna merah. Atap melengkung khas gaya "Ekor Walet" dengan dua patung singa di bagian depan bangunan, menunjukkan bangunan berarsitektur langka di Jakarta ini. Arsitektur ini biasanya ada pada klenteng dan rumah para kapiten Tionghoa, atau orang kaya Tionghoa.

Bangunan ini berada tak jauh dari Klenteng Hong San Bio (Toa Sai Bio). dan Klenteng Jin de Yuan. Semula bangunan ini milik Kapitan Tonghoa di sekitaran tahun 1850-an. Bangunan ini menempati kompleks yang luas dengan tiga rumah induk sementara itu, pekarangan diapit oleh dua gedung panjang. Dua gedung panjang itu dihuni para gundik. Ukiran kayu Tionghoa masih memenuhi bagian dalam gedung ini.

Ketika Komunitas Jelajah Budaya (KJB) mengajak peserta berjalan-jalan di malam tahun baru Imlek, akhir pekan lalu, gedung ini jadi salah satu sasaran perhentian. Kini bangunan tersebut menjadi gereja, namanya gereja Santa Maria de Fatima.

Dalam buku Gereja-gereja Tua di Jakarta, Adolf Heuken menjelaskan, keluarga Tjioe menempati kompleks ini selama tiga generasi. Tjioe membelinya dari pemilik pertama yang datang dari Desa Cancou, daerah Nanaw Provinsi Fukien, China Selatan. Disebutkan pula, tabernakel yang masih ada di dalam gedung adalah bekas tempat penghormatan nenek moyang keluarga ini, dan seorang putri dari keluarga ini masuk Ordo Ursulin. Di sisi kanan halaman terdapat patung Bunda Maria.

David Kwa, pengamat budaya Tionghoa peranakan, mengoreksi nama daerah yang disebut dalam buku Heuken. “Itu bukan Desa Cancou, daerah Nanaw. Tapi Kabupaten Nan’an, Karesidenan Quanzhou, Provinsi Fujian. Daerah tersebut sekarang masih ada di China,” tandasnya.

Gedung ini mulai digunakan untuk gereja bagi warga Tionghoa perantauan pada 1955 dengan tetap mempertahankan bangunan gaya Fukien. Di sebelah gereja ini, masih di lahan tersebut, berdiri  sekolah Ricci. Dari sisi usia bangunan, gedung gereja ini merupakan gedung gereja paling tua di Jakarta, yaitu awal abad 19. Bangunan ini kemudian dinyatakan sebagai cagar budaya pada 1972.

Misa pertama di gereja ini dirayakan dalam ruang kelas, pada tahun 1954. Jumlah umat Paroki Toasebio naik turun sejak 1950-an. Hingga awal tahun 2000, sudah ada 5.000 umat dari berbagai suku bangsa yang beribadat di sini. Di gereja ini ada Misa Kudus yang dirayakan dalam bahasa Mandarin tiap hari Minggu.

Masih menurut Heuken, pekabaran injil di antara warga Tionghoa Batavia dimulai awal abad 19 oleh Pendeta Robinson dan H Medhurst. Pada tahun 1889, P Kortenhorst SJ pindah dari Bangka ke Batavia dan memulai evangelisasi untuk warga Tionghoa. Namun di awal abad 20, orang Katolik Tionghoa banyak yang pindah ke Bangka, Padang, dan Kalimantan.

 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com