Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Realistis Menghadapi ACFTA

Kompas.com - 03/02/2010, 02:56 WIB

oleh Umar Juoro

Tekanan dari kalangan pengusaha industri agar pelaksanaan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-China atau ACFTA ditunda sangat kuat yang menandakan besarnya pengaruh negatif terhadap industri Indonesia. Sementara pemerintah berpendapat tetap menjalankan kesepakatan dengan berupaya menunda pelaksanaan tarif nol untuk beberapa jenis produk tertentu.

Perdagangan bebas memberikan keuntungan terutama pada konsumen dengan banyak macam produk dan harga yang lebih murah. Namun, menyebabkan kerugian bagi perusahaan yang produknya tidak dapat bersaing berikut pekerja yang harus menganggur karena perusahaannya kalah bersaing. Penerimaan pemerintah dari tarif juga berkurang drastis. Jadi, tugas pemerintah: mendorong, bagi perusahaan yang dapat memenangi persaingan, dan memberikan jalan keluar serta alternatif bagi perusahaan yang kalah bersaing dan pekerja yang menganggur.

Sekalipun pemerintah menunda pelaksanaan ACFTA untuk waktu tertentu bagi produk-produk tertentu, pada akhirnya perlindungan tersebut juga harus dihilangkan sesuai kesepakatan. Jika pemerintah melanggar kesepakatan dan melindungi perusahaan dalam negeri, konsumen dirugikan karena harus membayar produk dengan harga lebih mahal dan perekonomian menjadi tak berkembang. Selain itu, negara mitra perdagangan bebas kemungkinan besar akan melakukan balasan. Karena itu, kita harus menyikapi perdagangan bebas dengan sikap realistis.

Perkembangan ekonomi China tampaknya tak akan terbendung untuk menjadi perekonomian terbesar di dunia dalam dua atau tiga dekade ke depan. Harga produk yang murah dan jenis produk yang bervariasi serta dukungan penuh Pemerintah China membuat produk negara lain sangat sulit untuk bersaing. Pemerintah Amerika Serikat pun pada mulanya berupaya melindungi perekonomian dalam negerinya dan berusaha menekan China, antara lain untuk membiarkan mata uang renminbi menguat dan mengurangi surplus perdagangan. Namun, dalam perkembangannya, AS harus realistis bahwa China tidak lagi dapat ditekan dan lebih baik bekerja sama dalam memulihkan perekonomian dunia dari krisis global. Perusahaan-perusahaan AS, Eropa, dan Jepang tak saja melakukan investasi di China, tetapi juga melakukan aliansi strategis.

Bagi Indonesia, pendekatan realistis lebih baik ditempuh daripada mencegah atau menghindari persaingan dengan produk China. Indonesia punya kekuatan dalam sumber daya alam (SDA) dan produk-produk berbasis SDA. Bahkan, produk-produk yang bersaing langsung dengan China, seperti tekstil, garmen, dan alas kaki, tak semua jenis kalah dalam persaingan. Produk-produk tertentu tetap dapat bersaing, apalagi jika produk tersebut mempunyai keunikan Indonesia.

Pasar manufaktur

China melihat Indonesia sebagai pemasok penting bahan mentah dan pasar yang besar bagi produk manufaktur, apalagi ditambah dengan negara ASEAN lain. Indonesia defisit 3,2 miliar dollar AS dalam perdagangan dengan China. Defisit ini, terutama bersumber dari perdagangan nonmigas, mencapai 4,6 miliar dollar AS.

Jika kita proyeksikan ke depan, defisit ini akan membesar karena defisit perdagangan nonmigas sangat sulit tertutupi oleh surplus dari migas. Secara realistis Indonesia harus semakin meningkatkan ekspor berbasis sumber daya alam, baik pertanian maupun pertambangan, untuk mengurangi defisit perdagangan.

Menariknya, perkembangan China berbeda dengan AS, dan sebelumnya Eropa Barat, yang melakukan pendekatan hegemonis, bahkan sebelumnya kolonialisme. China menyadari, perekonomiannya belum tergolong maju, tetapi masih dalam tahapan berkembang dengan segudang permasalahan, seperti ketimpangan sosial, ketimpangan antardaerah, dan masih besarnya jumlah penduduk miskin.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com