JAKARTA, KOMPAS.com - Pimpinan Komisi III DPR-- membidangi masalah hukum dan HAM-- mempertanyakan sikap Kejaksaan Agung yang mengeluarkan surat keputusan penghentian penuntutan (SKPP) terhadap dua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang kini masih berstatus nonaktif, Bibit Samad Riyanto dan Chandra Hamzah. Komisi III kemudian mengagendakan untuk melakukan pertemuan dengan Jaksa Agung untuk mempertanyakan alasan dikeluarkannya SKPP.
Sebelumnya, Jampidus Marwan Effendi kepada wartawan menjelaskan, SKPP atas kasus Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah telah ditandatangani Kajari Jakarta Selatan. Dan rencananya SKPP akan diserahkan ke Bibit dan Chandra pukul 16.00 WIB. "Dalam undang-undang mengatakan, meskipun sudah terbukti, bisa tidak diajukan ke pengadilan, atau kalau tujuannya untuk menciptakan kepastian hukum mekanismenya adalah deponering. Alasannya adalah alasan-alasan sosiologis, alasan kepentingan umum, bukan alasan kepentingan hukum. Tidak bisa alasan sosiologis, dipakai untuk menerbitkan SKPP," kata Ketua Komisi III DPR Benny K Harman Demokrat.
SKPP Benny menegaskan, diterbitkan alasannya adalah demi kepentingan hukum. Misalnya, alat bukti yang tidak lengkap atau bukan perbuatan pidana. Dalam kasus Bibit-Chandra, lanjut Benny, sudah di P21 atau dilanjutkan ke penuntutan. "Kalau penjelasan Jampidsus, sudah terbukti . Nah, kalau sudah terbukti, mekanismenya bukan SKPP, harus deponering. Alasan-alasan sosiologis tidak bisa dipakai untuk menerbitkan SKPP. Nah, saya tidak tahu ini (penerbitan SKPP) ada penekanan atau tidak," Benny menegaskan.
Penerbitan deponering, juga sejalan dengan pernyataan penjelasan Jaksa Agung di depan anggota Komisi III dalam rapat kerja beberapa waktu lalu.
Wakil Ketua Komisi III DPR Aziz Syamsuddin (Golkar) menyatakan secara prosedur hukum, pada saat dikeluarkannya SKPP itu, tidak bisa dalam posisi berkas perkara sudah P21 (lengkap) atau siap diajukan ke pengadilan.
Apabila suatu perkara itu dihentikan, dasarnya adalah perkara tidak cukup bukti atau, bukan perkara pidana. Selain itu, perkara dihentikan demi hukum, bukan demi kepentingan umum. "Kalau demi kepentingan umum, banyak mudarat, banyak hal-hal lain, itu kewenangan hakim untuk memutuskan perkara dengan mengedepankan rasa keadilan," Aziz menjelaskan.
Sedianya, imbuh Aziz Komisi III DPR akan menggelar rapat pimpinan, untuk kemudian menggelar rapat pleno untuk menjadwalkan, bertanya kepada Jaksa Agung terkait penerbitan SKPP. "Langkah yang bisa diambil adalah melakukan pra peradilan di pengadilan negeri, atas SKPP kalau dikeluarkan. Jadi, tidak bisa setelah keluar SKPP, keluar lagi deponering, tidak bisa. Mekanisme itu tidak ada. Jadi, tidak ada kepastian bagi masyarakat dalam menyelesaikan masalah ini. Polri akan bertanya, kalau sudah P21, kenapa dihentikan," papar Aziz.
Wakil Ketua Komisi III DPR lainnya, Catur Sapto Edi (PAN) menyatakan penerbitan SKPP menjadi ambivalen atas apa yang sudah disampaikan Jaksa Agung Hendarman Supanji. "Kita menjadi sulit percaya kalau di lain waktu Kejaksaan Agung menyampaikan hal yang sama.Ini masalah konsistensi," kata Catur.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.