Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Membaca Fiksi dalam Tanda-tanda Nano

Kompas.com - 24/11/2009, 18:37 WIB

Bab Drawing & Comic ini juga memperlihatkan bagaimana seorang Nano berproses dengan setiap pengalaman dan realitas dalam diri maupun diluar dirinya. Dengan menonjolkan obyek utama berupa botol, tubuh, dan pohon, Nano mengurai kegelisahan personalnya terkait teman, keluarga, kekasih, dan jati dirinya. Berbagai macam wacana yang ditemuinya bercampur dalam otaknya dan keluar mencari pemaknaan baru.

Kegelisahan akan wacana yang berkembang ini juga nampak dalam beberapa karya yang menonjolkan obyek-obyek seperti buku, simbol-simbol agama, nama-nama filsuf, ikon tehnologi, dan pola-pola gambar dengan karakter mind-mapping (peta pikiran). Juga terlihat pada petikan kalimat yang ia tulis dalam gambarnya, seperti “Dan memberontak adalah salah satu cara bertahan hidup yang tepat melawan kemapanan”, atau “Aku butuh sesuatu yang baru, bukan dogma-dogma yang kuno”.

Setelah menikmati gejolak kegelisahan dan perlawanan dengan nuansa hitam putih yang agak suram, pembaca akan diajak menilik karya Nano dalam wujud lukisan. Dalam karya ini, Nano terlihat seperti menemukan kecerahan dan keceriaan. Warna-warna mencolok dan berani membuat karakter lukisannya yang cenderung komikal semakin berkesan kuat dan keras. Disini Nano mulai menyatukan karyanya dalam satu tarikan tokoh komik yang ia pinjam untuk menyampaikan pesan pemberontakannya akan realitas masyarakat urban di sekitarnya.

7 halaman bab mengenai karya mural Nano, memberi pembaca sedikit gambaran kedalaman dan keluasan wacana dan wawasan seorang Nano, yang ketika itu diungkapkan pada media bebas semacam tembok, ternyata menghasilkan karya yang bukan hanya memiliki estetika tinggi namun juga pesan yang jelas. Karya mural Nano terjejak di Jepara, Jogja, dan Sanfransisco.

Meski tak terlampau banyak, Nano juga membuat patung. Karya patung yang dibuatnya sekira tahun 2001 masih menampakkan ornamen yang menunjukkan detil. Ini tak lepas dari latar belakang Nano yang dari Jepara dan dekat dengan tradisi ukir kayu. Setelah tahun 2006, patung yang dihasilkannya sudah mengikuti alur lukisannya: komikal dan berwarna mencolok. Dalam setiap karyanya, Nano seperti mengajak pembaca untuk berhenti sejenak, merenung dan menemukan tanda-tanda pesan yang ingin ia sampaikan.

Persembahan karya visual itu diakhiri dengan sebuah diskusi mengenai Nano dan karya-karyanya. Transkrip wawancara yang dilakukan Rain Rosidi (seorang kurator senirupa) ini memberi gambaran bagaimana Nano memandang suatu karya senirupa. Juga dapat diketahui dasar filosofi Nano dalam berkesenian. Pilihan Nano untuk masuk dunia senirupa professional, dan perkembangan/perubahan karya-karyanya tercakup pula disini. Ditambah sedikit profil dirinya, kita akan memahami mengapa dan bagaimana karya-karya Nano bernuansa komik dan cenderung detil.

Sedikit kekurangan pada Sign Fiction adalah penggunaan bahasa Inggris pada judul Bab dan bagian Profile yang tidak diterjemahkan ke Bahasa Indonesia. Memang tidak mengganggu, hanya tidak konsisten. Penggunaan bilingual (Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris) semakin memungkinkan Sign Fiction untuk diterima masyarakat senirupa secara lebih luas. Buku ini tepat bagi mereka yang menekuni seni rupa dan membutuhkan tambahan referensi visual. Namun juga bisa dijadikan alternatif lain para penggemar fiksi.

Seperti lazimnya sebuah buku, Sign Fiction juga menyertakan pengantar. Kali ini pengantar itu dituliskan FX Widyatmoko Koskow (seorang cover designer, dosen ISI, dan juga editor visual Sign Fiction) yang mengambil judul Wonderline, Garis Negosiatif, Hendro Wiyanto (Kurator) dengan Post-Colonial Pop, dan Arahmaiani dengan Dunia Komik Dalam Karya Nano Warsono.

Pengantar ini memang membantu pembaca untuk mendapat gambaran kesatuan pesan dalam karya Nano, namun sebagaimana karya seni/sastra maka akan lebih nikmat bila karya itu dinikmati tanpa derecoki pendapat dari penikmat yang lebih dulu membacanya. Mengabaikan pengantar-pengantar itu sama baiknya seperti mengabaikan endorsement di sampul belakang buku best seller.
Buka saja bagian karyanya, dan temukan setiap tanda-tanda dalam fiksi gambar yang ingin disampaikan Nano. Karena setelah ide terlahir menjadi karya (baca: buku), maka ia bebas menghadapi sidang pembacanya. (Diana AV Sasa- Penulis Buku “Monumen Ingatan: 100 Seniman Indonesia Membaca Baca Bacaan”)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com