Mamasa, Kompas
”Pemimpin bangsa ke depan adalah pemimpin tanpa batas dan berada dalam keberagaman. Karena itu, kita semua harus merangkul keberagaman ini. Karena, hanya dengan cara seperti ini kita menghadapi bersama lompatan kuantum dan era globalisasi ini dengan segala permasalahannya,” ujarnya
Pada kesempatan serupa, Ketua Majelis Pekerja Harian PGI Pendeta Andreas Aewange menekankan, dengan momentum sidang raya ini, warga gereja diharapkan bisa hidup damai dalam kemajemukan sekaligus menjadi solusi atas berbagai permasalahan bangsa. ”Indonesia adalah negara yang majemuk, baik dalam agama, budaya, bahasa, maupun suku. Warga gereja adalah warga bangsa yang merupakan bagian integral dari NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Karena itu, harus bisa menempatkan diri, membangun, memberi ide untuk kehidupan bernegara, dan hidup damai dalam kemajemukan,” katanya.
Sidang raya yang dijadwalkan berlangsung hingga 24 November 2009 itu diikuti 1.086 peserta. Mereka mewakili 85 gereja atau sinode dari seluruh Indonesia yang masuk dalam keanggotaan PGI. Dana
sidang, antara lain, didapat dari Pemerintah Kabupaten Mamasa (Rp 2 miliar), Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat (Rp 500 juta), Jusuf Kalla (Rp 500 juta), dan peserta (Rp 300 juta).
Gubernur Sulawesi Barat Anwar Adnan Saleh meminta maaf atas pelaksanaan sidang yang sederhana. ”Sebenarnya sejak awal, kami pun berpikir sesuatu yang mustahil melaksanakan sidang raya di Mamasa. Daerah ini bukan hanya jauh dan mungkin tidak ada yang kenal, tetapi juga baru tujuh tahun menjadi kabupaten. Daerah tertinggal pula. Hanya semangat dan kemauan yang membuat acara ini bisa dilaksanakan,” katanya. (REN)