Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Guru Semakin Antusias Menulis Buku

Kompas.com - 09/11/2009, 15:03 WIB

Bandung, Kompas - Program sertifikasi guru yang dilakukan sejak tiga tahun lalu mendorong para guru rajin menulis buku dan karya ilmiah. Kondisi ini diharapkan bisa membentuk kultur melek literasi di kalangan pengajar.

"Sejak sertifikasi guru diadakan, makin banyak guru yang mau menulis, entah itu buku, menulis di media, ataupun karya ilmiah lainnya," ucap Ketua Umum Asosiasi Guru, Dosen, Tenaga Kependidikan, Penulis, Pengarang (Agupena) Jawa Barat Erwan Juhana di sela-sela Pelatihan Menulis Buku 2009 di Grha Kompas Gramedia Bandung, Jumat (6/11) hingga Minggu.

Kegiatan ini diikuti 70 guru penulis tingkat pemula dari berbagai SD dan SMA di Jabar. Menurut Erwan, peningkatan animo guru menulis buku ini mencapai 70 persen dalam beberapa tahun terakhir. "Mau tidak mau dikondisikan seperti itu karena untuk menjadi guru profesional mereka harus bisa menunjukkan karyanya," tuturnya. Peningkatan tren menulis di kalangan guru ini, ujarnya, jauh melebihi animo di kalangan dosen yang telah lebih dahulu terbentuk.

"Mereka pun kini mulai berani menulis buku populer," ucapnya. Namun, ia berharap semangat menulis ini hendaknya dilandasi dorongan untuk peningkatan profesionalisme, bukan sekadar berorientasi mengejar sertifikasi profesi.

"Guru yang modern itu adalah guru yang tidak sekadar mengajar, tetapi juga menulis dan membaca sehingga dia tidak akan menjadi guru 'takhayul', yaitu guru yang mengajar ini-itu tetapi bukan dari diri sendiri. Tidak memberikan teladan dan model yang baik bagi siswa," paparnya.

Biar tak makin tertinggal

Dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan Sekretaris Dinas Pendidikan Provinsi Jabar Dudi Abdurrahim, Wakil Gubernur Jabar Dede Yusuf mengungkapkan, melek literasi sangat penting untuk mengejar ketertinggalan kualitas sumber daya manusia. Selain itu, buku menjadi media yang murah dan sangat informatif.

Agupena dan Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) Jabar kerap mengadakan pelatihan menulis untuk para guru. Rata-rata mereka dilatih menulis selama enam bulan. Kegiatan ini biasanya melibatkan Ikapi sehingga karya yang lahir saat latihan bisa dibursakan dan tidak jarang bisa diterbitkan.

"Setelah acara pelatihan macam ini, lalu diadakan pula bursa naskah. Sebab, acara ini juga mengundang penerbit. Jika naskah itu diminati, kemudian akan diterbitkan," tutur Ketua Ikapi Jabar Anwaruddin.

Namun sayang, peningkatan minat menulis guru ini tidak berbanding lurus dengan animo penerbitan buku. Menurut Anwaruddin, semenjak digulirkannya program buku sekolah elektronik yang hak ciptanya dibeli pemerintah, banyak penerbit buku pelajaran kehilangan keuntungan. Akibatnya, sebagian beralih menerbitkan buku-buku umum.

Menjadi momok

Kepala Bidang Pendidikan Menengah Pertama Dinas Pendidikan Kota Bandung Kustiwa Benoputra mengatakan, sebelum munculnya sertifikasi guru, budaya menulis memang belum berkembang baik di kalangan guru. Bahkan soal tulis-menulis ini sering menjadi momok, terutama jika dikaitkan dengan persoalan kenaikan pangkat guru.

"Kurang dari 50 persen guru yang memiliki kemampuan menulis, yang menjadi syarat kenaikan pangkat dari golongan III/d ke IV/a. Untuk naik pangkat, minimal kan harus menulis tiga karya tulis yang berhubungan dengan tugas pokok dan fungsinya," tutur Kustiwa. (jon)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com