Harga di fasilitas khusus pemerintah untuk pahlawan devisa itu bisa dikatakan sama dengan harga di sentra makanan di pusat perbelanjaan. Semangkok mi instan rebus dijual Rp 10.000 dan air mineral botol kecil seharga Rp 3.000.
Para TKI sudah lama menjerit soal tarif angkutan khusus yang mahal dan harga-harga yang mahal di GPK. Namun, pemerintah berkilah, tarif angkutan tinggi karena pengemudi bertanggung jawab mengantar TKI dan barang bawaannya agar selamat sampai di rumah.
Namun, sekali lagi, kenyataan tidak demikian. Bagi Latia (36), TKI yang mau pulang ke Cianjur, Jawa Barat, setelah ia sukses bekerja di Riyadh, Arab Saudi, pikirannya belum juga tenang meski telah membayar ongkos Rp 370.000. ”Biasanya di jalan atau kalau sampai di rumah masih minta lagi. Sedikitnya Rp 200.000,” ungkapnya gundah.
Sumina (35), TKI dari Nazran, Arab Saudi, yang duduk di sampingnya langsung menyergah, ”Jangan dibayar, Teh. Jangan mau (bayar) kalau mereka minta lagi. Kita, kan, sudah bayar ongkos mahal yang dijamin aman sampai ke rumah.” Dia sendiri harus membayar Rp 270.000 untuk ongkos mikrobus TKI ke Bandung. Sebagai gambaran, ongkos mikrobus milik perusahaan travel Cipaganti dari Terminal 1 Bandara Soekarno-Hatta hingga sampai ke rumah tujuan di Bandung adalah Rp 130.000 per penumpang.
”Maunya setelah kami kerja susah payah di luar negeri, jangan lagi ada (perlakuan) semacam ini di negeri sendiri. Di sana, kami harus mengganti barang yang rusak dengan potong gaji, majikan cerewet, kerjaan banyak, sampai kurang tidur. Kok sampai di sini masih dimintai uang ini-itu,” kata Latia.
Menurut Migrant Research Institute Trisakti yang dirilis di Jakarta, 8 Juni 2009, sejumlah organisasi nonpemerintah membuat penelitian sejak awal Agustus 2008-September 2009, TKI yang pulang lewat GPK Selapajang juga menjadi korban pelecehan seksual selain pemerasan. Seorang diplomat senior di Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk Malaysia yang mengurusi pemulangan TKI bermasalah dengan lugas mengatakan, dia sebisa mungkin menghindari Bandara Soekarno-Hatta saat memulangkan TKI bermasalah yang sudah selesai proses hukumnya.
”Jika mereka asal Jawa Barat, saya cari tiket pesawat dari Kuala Lumpur ke Bandung. Kalau ke Cilacap, ya ke Semarang. Sebisa mungkin saya tidak menerbangkan mereka ke Bandara Soekarno-Hatta. Jangan mereka sudah selesai masalahnya di sini, malah terkena masalah lagi saat mendarat. Kasihan,” ujarnya.
Nasib TKI memang ironis. Pahlawan devisa yang mengirim Rp 80 triliun per tahun dengan berbagai tantangan di negara penempatan tetap tak bisa tenang walau pulang ke Tanah Air. Mereka harus memeras keringat lagi memenuhi permintaan oknum yang mestinya melindungi mereka.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.