Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nasib TKI, Diperas sampai Tetes Terakhir

Kompas.com - 02/11/2009, 05:22 WIB

Oleh  Hamzirwan

KOMPAS.com-Wajah Suciati (28) kuyu. Matanya sedikit memerah. ”Saya sudah menginap semalam di sini menunggu mobil yang akan mengantar ke kampung. Saya sudah bayar ongkosnya sejak sampai sini, tetapi tidak ada sopir yang mau berangkat kalau belum penuh,” tuturnya sedikit emosi.

Suasana Gedung Pendataan Kepulangan Tenaga Kerja Indonesia (GPK TKI) Selapajang di Bandara Soekarno-Hatta, Banten, Rabu (28/10), tampak ramai. Sedikitnya 1.000 TKI tengah antre bersama barang bawaan mereka di jalur khusus, menunggu panggilan naik ke angkutan khusus pemulangan TKI yang disediakan pemerintah.

Suciati mendarat di Bandara Soekarno-Hatta dari Hongkong hari Selasa (27/10) pukul 21.00. Ia ingin secepatnya pulang ke kampungnya di Banyumas, Jawa Tengah, untuk menikmati cuti sebulan. Ia bekerja sebagai perawat bayi selama dua tahun. Namun, ada regulasi pemerintah yang mewajibkan setiap TKI yang kembali ke Tanah Air pulang menggunakan jasa angkutan khusus.

Bila penumpang pesawat dari luar negeri lainnya langsung bebas mengambil bagasi setelah memeriksakan paspor di imigrasi dan keluar dari ruang kedatangan, tidak demikian bagi TKI. Mereka harus kembali ke arah ruang tunggu khusus TKI di Terminal 2 untuk selanjutnya diangkut ke GPK TKI di Selapajang, yang berlokasi di tengah persawahan di pinggir kompleks Bandara Soekarno-Hatta.

Di gedung yang terisolasi dari dunia luar—untuk sampai ke sana dari pintu M1 harus melewati tiga pintu besi setinggi 2,5 meter yang dijaga petugas keamanan—itu sedikitnya 1.000 TKI masuk-keluar. Mereka didata dan menunggu dipulangkan ke kampung halaman masing-masing menggunakan mikrobus, yang sangat khas sehingga mudah terlihat dari jauh. Berwarna biru tua, kaca supergelap, ditambah tulisan angkutan khusus TKI.

Sejak tiba di GPK Selapajang pukul 22.00, Suciati langsung membeli tiket mikrobus TKI tujuan Banyumas seharga Rp 390.000 dengan harapan bisa langsung berangkat untuk menyambangi keluarga yang telah lama ditinggal bekerja ke luar negeri. Namun, kenyataan berbicara lain. Suciati dan puluhan TKI lain terpaksa menginap di GPK menunggu jadwal keberangkatan.

”Keluarga saya sudah panik. Mereka takut saya kenapa-kenapa,” ujarnya.

”Tidak ada ruang tidur di sini. Tadi malam, ya, kami gelar kain di lantai untuk tidur,” ujar Sainah (31). ”Kami tidak ada masalah selama bekerja di Arab Saudi. Malah di sini kami diperlakukan semena-mena?” gugat Sainah menggigit bibir.

Sainah satu tujuan dengan Suciati. Bersama mereka ada dua penumpang lain tujuan Banyumas. Namun, sampai Rabu sore belum juga tampak tanda-tanda mereka akan segera pulang. ”Sopirnya baru mau jalan kalau sudah ada sembilan penumpang. Sampai kapan kami harus tidur di sini? Sudah makanan, minuman, dan pulsa telepon genggam mahalnya enggak ketulungan. Berapa pun ada uang, ya, pasti sudah habis lebih dulu di sini sebelum sampai kampung,” keluh Sainah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Golkar Tegaskan Belum Ada Upaya Revisi UU MD3 demi Kursi Ketua DPR

Golkar Tegaskan Belum Ada Upaya Revisi UU MD3 demi Kursi Ketua DPR

Nasional
Tak Ada Anwar Usman, MK Diyakini Buat Putusan Progresif dalam Sengketa Pilpres

Tak Ada Anwar Usman, MK Diyakini Buat Putusan Progresif dalam Sengketa Pilpres

Nasional
Gibran Dampingi Prabowo ke Bukber Golkar, Absen Saat Acara PAN dan Demokrat

Gibran Dampingi Prabowo ke Bukber Golkar, Absen Saat Acara PAN dan Demokrat

Nasional
Prabowo: Kita Timnya Jokowi, Kita Harus Perangi Korupsi

Prabowo: Kita Timnya Jokowi, Kita Harus Perangi Korupsi

Nasional
Freeport Indonesia Berbagi Bersama 1.000 Anak Yatim dan Dhuafa

Freeport Indonesia Berbagi Bersama 1.000 Anak Yatim dan Dhuafa

Nasional
Komisi V DPR Apresiasi Kesiapan Infrastruktur Jalan Nasional Capai 98 Persen Jelang Arus Mudik-Balik

Komisi V DPR Apresiasi Kesiapan Infrastruktur Jalan Nasional Capai 98 Persen Jelang Arus Mudik-Balik

Nasional
Pakar: Jadi Subyek yang Dituduh, Mestinya Presiden Dihadirkan pada Sidang Sengketa Pilpres

Pakar: Jadi Subyek yang Dituduh, Mestinya Presiden Dihadirkan pada Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
Dukung Prabowo dan Megawati Bertemu, Airlangga Singgung Periode Kritis RI 10 Tahun ke Depan

Dukung Prabowo dan Megawati Bertemu, Airlangga Singgung Periode Kritis RI 10 Tahun ke Depan

Nasional
Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Nasional
Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Nasional
Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Nasional
Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Nasional
Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Nasional
Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Nasional
Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com