Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wakil Rakyat, Lihatlah Derita Suyat

Kompas.com - 15/09/2009, 07:54 WIB

Oleh Sutta Dharmasaputra

KOMPAS.com — Jarum jam menunjukkan pukul 02.00 dini hari. Gelap masih menyelimuti perkampungan. Gemerisik dedaunan yang terkena tiupan angin pun masih jelas terdengar mengisi keheningan. Namun, sepasang kakek nenek sudah mulai bekerja melawan rasa kantuk dan lelah.

Keduanya adalah Tamiyem (60) dan Paimin (65), orangtua Suyat, salah satu aktivis mahasiswa yang diculik aparat militer rezim Orde Baru di tahun 1998. Hingga kini Suyat belum kembali. Entah, masih ada atau sudah tiada.

Setiap dini hari, Tamiyem dan Paimin yang tinggal di Desa Banjarsari, Gemolong, Sragen, Jawa Tengah, itu harus sudah bangun untuk bersiap-siap berjualan tauge di pasar. Setelah sahur dengan makanan seadanya, keduanya langsung bergegas.

Motor Honda Prima tahun 1991 menjadi andalannya. Paimin memegang kemudi, Tamiyem membonceng. Satu karung besar berisi tauge ditaruh di depan, satu lagi dipangku Tamiyem.

Rata-rata 50 kilogram tauge dibawa ke pasar setiap harinya. Kalau habis terjual, setelah dipotong modal, untungnya tak lebih dari Rp 35.000 per hari.

Kalau saja Suyat tidak diculik, mungkin nasib Tamiyem dan Paimin bisa berbeda. Tapi, apa boleh dikata. Kesewenang-wenangan aparat negara memaksa mereka terus bekerja keras hingga usia senja.

Lebih berat lagi adalah beban pikiran dan perasaan. Hingga saat ini keduanya masih selalu berharap anak bungsunya itu pulang. Apalagi Suyat juga satu-satunya anak yang bisa duduk di bangku perguruan tinggi. Bahkan, Suyat juga satu-satunya pemuda di desa itu yang berkuliah. Nama Suyat pun belum mereka hapus di kartu keluarga.

Nek sih waras, ayo mulih. Ne wis ora ana, kuburane nengdi? (Kalau masih hidup, ayo pulang. Kalau sudah meninggal, di mana kuburannya),” kata Tamiyem.

Nek dipenjara, nengdi (kalau dipenjara di mana),” tambah Paimin sambil mengisap rokok dalam-dalam dengan mata menerawang. Perasaan sedih, kesal, marah, dan tak berdaya tergambar di wajah keduanya.

Malam kelabu

Penderitaan Tamiyem dan Paimin berawal dari peristiwa sebelas tahun lalu. Sekitar pukul dua dini hari, tiba-tiba saja rumahnya didatangi sepuluh aparat berpakaian preman.

”Mereka mencari Suyat. Semua kamar diperiksa. Tidak tahu kenapa, sambil bertanya, mereka juga terus berjalan mengelilingi rumah. Tidak ada yang berhenti,” kata Suyadi (40), kakak sulung Suyat, menceritakan pencidukan malam itu.

Dikarenakan Suyat sedang tidak ada di rumah, aparat membawa Suyatno (39), kakak nomor dua Suyat. Dengan mata ditutup, Suyatno dibawa dengan mobil Kijang dan diinterogasi di suatu tempat. Saat itu Suyatno yang masih berusia 28 tahun dipaksa menceritakan keberadaan Suyat. ”Saya dipukuli di sini,” kata Suyatno sambil menunjuk ulu hatinya.

Setelah Suyat ditemukan di Desa Sumber, Suyatno diturunkan di Desa Karang Rejo. Sejak subuh itu, tepatnya 12 Februari 1998, Suyat raib. Saat itu Suyat berusia 23 tahun dan hampir merampungkan kuliahnya di Jurusan Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial Politik, Universitas Slamet Riyadi, Surakarta.

Belakangan, pihak keluarga baru paham Suyat aktif di Partai Rakyat Demokratik yang dipimpin Budiman Sudjatmiko dan Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi yang dituduh rezim Orde Baru sebagai dalang kerusuhan 27 Juli dan dinyatakan sebagai organisasi terlarang.

Sebagai anak tertua, Suyadi sudah melakukan segala daya mencari adiknya. Banyak lembaga negara sampai istana sudah dia datangi. Tapi, upaya itu belum juga membuahkan hasil. ”Jawabannya sama: diusahakan,” ujarnya.

Sebelas tahun sudah Suyadi berjuang. Kini, dia merasa lelah. Terlebih, masalah yang dihadapi keluarganya pun tidak ringan.

Putri sulungnya, Dewi (12), tunarungu sejak usia tiga hari. Alat bantu dengar masih bisa membantu. Tapi, karena harganya Rp 5 jutaan, Suyadi yang bekerja sebagai tukang kayu dan istrinya, Suwarni, sebagai penjahit, tak sanggup membelinya.

Tiga tahun belakangan, Dewi juga menderita penyakit kulit. Pigmen kulit hitam di beberapa jarinya yang lentik berubah menjadi putih. ”Kalau masih hidup, Suyat pasti sudah bisa mengangkat ekonomi keluarga,” ujarnya mengeluh.

Harapan kepada DPR

Keluarga Suyat sesungguhnya pantas marah kepada negara ini. Pemerintah yang seharusnya melindungi segenap bangsa justru mengambil buah hati mereka. Para pejabat yang sekarang merasakan ”manisnya” reformasi, menikmati ”empuknya” kursi kekuasaan, pun seakan amnesia.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang pernah menjadi anggota Dewan Kehormatan Perwira memeriksa aparat terkait kasus penculikan, sesungguhnya pun tahu banyak kasus ini, tetapi juga belum berbuat banyak. Pengadilan HAM Ad Hoc tidak dibentuk. Pencarian orang yang masih hilang tidak dilakukan. Rehabilitasi dan kompensasi untuk keluarga korban tidak diberikan.

Kini, 50 anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang tergabung dalam Panitia Khusus Kasus Penculikan Aktivis 1997-1998 memiliki kesempatan memperbaiki keadaan itu pada bulan Ramadhan karena akan membuat rekomendasi. Semoga, mereka tidak menutup mata dan hati terhadap penderitaan keluarga Suyat.

Terkecuali, para pejabat di negeri ini lebih memilih untuk tutup mata.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Logo dan Tema Hardiknas 2024

Logo dan Tema Hardiknas 2024

Nasional
Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, Nasib Koalisi Perubahan di Ujung Tanduk

Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, Nasib Koalisi Perubahan di Ujung Tanduk

Nasional
PKS Undang Prabowo ke Markasnya, Siap Beri Karpet Merah

PKS Undang Prabowo ke Markasnya, Siap Beri Karpet Merah

Nasional
Selain Nasdem, PKB Juga Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Selain Nasdem, PKB Juga Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
BRIN Bahas Pengembangan Satelit untuk Waspadai Permasalahan Keamanan Antariksa

BRIN Bahas Pengembangan Satelit untuk Waspadai Permasalahan Keamanan Antariksa

Nasional
Nasdem dukung Prabowo-Gibran, Golkar Tak Khawatir Jatah Menteri Berkurang

Nasdem dukung Prabowo-Gibran, Golkar Tak Khawatir Jatah Menteri Berkurang

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Hasto Kristiyanto dan Hadirnya Negara Kekuasaan

GASPOL! Hari Ini: Hasto Kristiyanto dan Hadirnya Negara Kekuasaan

Nasional
Kumpulkan 777 Komandan Satuan, KSAD: Jangan Hanya 'Copy Paste', Harus Bisa Berinovasi

Kumpulkan 777 Komandan Satuan, KSAD: Jangan Hanya "Copy Paste", Harus Bisa Berinovasi

Nasional
Bertemu Pratikno, Ketua Komisi II DPR Sempat Bahas Penyempurnaan Sistem Politik

Bertemu Pratikno, Ketua Komisi II DPR Sempat Bahas Penyempurnaan Sistem Politik

Nasional
Waketum Nasdem Mengaku Dapat Respons Positif Prabowo soal Rencana Maju Pilkada Sulteng

Waketum Nasdem Mengaku Dapat Respons Positif Prabowo soal Rencana Maju Pilkada Sulteng

Nasional
Bertemu Komandan Jenderal Angkatan Darat AS, Panglima TNI Ingin Hindari Ketegangan Kawasan

Bertemu Komandan Jenderal Angkatan Darat AS, Panglima TNI Ingin Hindari Ketegangan Kawasan

Nasional
5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Golkar Buka Suara soal Atalia Praratya Mundur dari Bursa Calon Walkot Bandung

Golkar Buka Suara soal Atalia Praratya Mundur dari Bursa Calon Walkot Bandung

Nasional
Komisi II DPR Ungkap Kemungkinan Kaji Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Komisi II DPR Ungkap Kemungkinan Kaji Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
PKB-Nasdem Merapat, Koalisi Prabowo Diprediksi Makin 'Gemoy'

PKB-Nasdem Merapat, Koalisi Prabowo Diprediksi Makin "Gemoy"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com