KOMPAS.com - Tim polisi antiteror sebenarnya sudah pernah demikian dekat dengan buronan teroris Noordin M Top (40) tiga tahun lalu. Ketika itu, Sabtu, 29 April 2006 di Desa Binangun, Wonosobo, Jawa Tengah, polisi baku tembak sejak dini hari sekitar dua jam. Namun, warga negara Malaysia kelahiran Kluang Johor, Malaysia, 11 Agustus 1968 itu berhasil lolos dengan luka tembak di kakinya. Sementara itu, dua teroris rekan Noordin yang tewas dalam penyerbuan di Wonosobo adalah Gempur Budi Angkoro alias Jabir dan Baharudin Soleh alias Abdul Hadi. Noordin diyakini polisi merupakan orang yang paling bertanggung jawab di balik empat peristiwa pengeboman di Indonesia, yakni Hotel JW Marriott di Jakarta tahun 2003, Kedutaan Besar Australia di Kuningan-Jakarta tahun 2004, tiga restoran di Denpasar-Bali tahun 2005, dan dua hotel di kawasan Mega Kuningan Jakarta, yakni JW Marriott dan The Ritz-Carlton pada 17 Juli 2009. Noordin—lulusan Universiti Teknologi Malaysia—selama ini menjalankan aksinya dengan memanfaatkan orang dari organisasi Al Jamaah Al Islamiyah atau Jemaah Islamiyah (JI). Noordin sendiri menganggap dirinya sebagai pemimpin sayap militer JI. Namun, banyak dari anggota JI memandang kelompok Noordin sebagai kelompok sempalan JI. Diperkirakan sejak tahun 2003, Noordin dan kelompoknya merencanakan dan menjalankan aksinya sendiri. Sejak sekitar tahun 2004, bahkan Noordin kerap merekrut orang-orang muda dari organisasi lain ataupun yang tak berpayung dalam suatu organisasi. Saat bersekolah mengambil gelar sarjana S-1 di Universiti Teknologi Malaysia, sekitar tahun 1995, Noordin mulai kerap bersinggungan dengan pondok pesantren Luqmanul Hakiem, yang tak jauh dari kampusnya. Ponpes ini merupakan salah satu sekolah jaringan JI di Malaysia. Belakangan, Noordin menjadi kepala sekolah di ponpes itu hingga tahun 2001. Ketika Malaysia intensif memberangus jaringan JI, ponpes itu pun berhenti beroperasi tahun 2002. Noordin kemudian melarikan diri ke Indonesia, yakni ke Riau, Sumatera, sekitar awal tahun 2002. Dari Riau, Noordin pindah ke Bukittinggi, Sumatra Barat. Kemudian, pada Januari 2003, Noordin, Rais, dan Azhari Husin (warga negara Malaysia, sudah tewas) pindah ke Bengkulu. Di Bengkulu inilah, Noordin mulai terlecut ide untuk menggelar aksi pengeboman spektakuler, yang lalu berujung pada sasaran JW Marriott pada 5 Agustus 2003. Noordin juga kerap mengklaim dirinya sebagai Al Qaeda untuk kepulauan Melayu. Bahkan, dia sempat memakai nama samaran Aiman yang merujuk kepada salah satu petinggi Al Qaeda, yakni Aiman Zawaheri. Dalam pengeboman JW Marriott 2003 itu, Noordin dan Azhari menggunakan sejumlah anggota JI yang berbasis di Sumatera—yang juga terkait dengan sekolah Luqmanul Hakiem di Malaysia.