Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Memerangi Pembunuh Kaum Perempuan

Kompas.com - 16/07/2009, 09:23 WIB

KOMPAS.com - Imunisasi adalah salah satu cerita sukses upaya kesehatan masyarakat pada abad ke-20. Mulai dari eradikasi cacar pada tahun 1977 hingga hampir terbasminya polio saat ini. Sejak perluasan program imunisasi tahun 1974, kematian akibat difteri, campak, batuk rejan, dan tetanus menurun tajam.

Apa yang dikemukakan Yang Baoping, Penasihat Perluasan Program Imunisasi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Wilayah Pasifik Barat, dalam pembukaan ”The First Symposium on Human Papillomavirus Vaccination” yang berlangsung di Seoul, Korea Selatan, 1-2 Juni lalu, itu merujuk pada paradigma kesehatan masyarakat: mencegah lebih baik daripada mengobati.

Simposium yang dihadiri pakar kesehatan dari negara-negara di Asia Pasifik dan Timur Tengah itu diselenggarakan oleh International Vaccine Institute (IVI) bekerja sama dengan The Program for Appropriate Technology in Health (PATH) dan WHO. IVI, organisasi internasional yang berbasis di Seoul, Korea Selatan, bergerak di bidang penelitian vaksin untuk kesehatan masyarakat, terutama bagi penduduk negara berkembang.

Belakangan ini makin banyak industri farmasi mendaftarkan sejumlah vaksin yang aman dan efektif. Vaksin-vaksin tersebut antara lain untuk melawan bakteri Streptococcus pneumoniae yang menyebabkan radang paru sampai meningitis, bakteri Haemophilus influenzae type b penyebab penyakit sama, rotavirus penyebab diare, dan yang terbaru adalah human papillomavirus (HPV) penyebab kanker serviks (mulut rahim).

Menurut data WHO, kanker serviks merupakan kanker nomor dua terbanyak pada perempuan berusia 15-45 tahun setelah kanker payudara. Tak kurang dari 500.000 kasus baru dengan kematian 280.000 penderita terjadi tiap tahun di seluruh dunia. Bisa dikatakan, setiap dua menit seorang perempuan meninggal akibat kanker serviks.

Di wilayah Asia Pasifik dan Timur Tengah ada 1,3 miliar perempuan berusia 13 tahun ke atas yang berisiko terkena kanker serviks. WHO memperkirakan, ada lebih dari 265.000 kasus kanker serviks dengan kematian 140.000 penderita tiap tahun di wilayah ini.

Dalam presentasi Dr F Xavier Bosch, Ketua Program Penelitian Epidemi Kanker dari Institut Onkologi Catalonia, Spanyol, berdasarkan data dari WHO/ICO Information Centre on HPV and Cervical Cancer 2002, Indonesia mencatat 15.050 kasus baru dengan kematian 7.566 penderita per tahun.

Sejumlah negara telah memasukkan vaksin HPV dalam program imunisasi nasional, seperti Australia serta sejumlah negara di Eropa. Data 2007 di Australia menunjukkan ada 835 kasus dengan kematian 249 orang. Jumlah kasus itu jauh lebih kecil dibandingkan dengan Indonesia karena deteksi dini sudah berjalan sehingga kasus bisa diatasi sejak awal.

Adapun penggunaan vaksin HPV di negara berkembang, menurut Yang Baoping, perlu waktu akibat hambatan dana dan manajemen program. Harga vaksin sebesar 50-100 dollar AS per dosis masih dirasa mahal bagi negara berkembang.

Masalah keterjangkauan vaksin, demikian Hugues Bogaerts, Vice President dan Direktur Medis GSK Biologicals, diatasi dengan penerapan mekanisme harga bertingkat (tier price). Artinya, negara yang mampu membayar lebih mahal, sedangkan negara yang kurang mampu membayar lebih murah. Adapun negara yang benar-benar tidak mampu akan dibantu oleh lembaga internasional, seperti The Global Alliance for Vaccines and Immunization (GAVI).

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com