JAKARTA, KOMPAS.com — Lembaga pemantau Hak Asasi Manusia (HAM), Imparsial, menilai aksi kekerasan yang terjadi sejak tiga hari yang lalu di Papua dan telah menewaskan dua orang dilakukan oleh oknum-oknum yang sudah terlatih dan profesional.
Demikian disampaikan Koodinator HAM Imparsial Al Araf dalam konferensi pers menyikapi peningkatan eskalasi kekerasan yang terjadi di Papua pasca pilpres, Selasa (14/7) di kantor Imparsial, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat.
Menurut analisis Al Araf, tindakan kekerasan ini dilakukan secara sistematis dan terencana. Para pelakunya sudah sangat ahli dalam menggunakan senjata api dan memahami kondisi medan setempat.
"Jelas mereka sangat profesional dan ahli dalam hal kekerasan semacam ini. Kondisi medan di sana sangat sulit dan pengamanan di Freeport sangat ketat. Jadi mereka pasti sudah terlatih secara khusus untuk melakukan kekerasan ini," ungkap Al Araf.
Dengan kondisi korban seperti itu, menurut Al Araf, pelakunya bisa jadi adalah penembak jitu yang sudah memiliki sasaran target yang jelas. "Senjata yang digunakan jelas bukan senjata tradisional yang sudah tua. Mungkin mereka menggunakan semacam sniper," tambahnya,
Menurut Al Araf, situasi keamanan di Papua sangat ketat semenjak masa pilpres kemarin. Jika tindakan hanya dilakukan secara spekulatif, kekerasan semacam ini tidak akan berkelanjutan dan korban tidak akan terus berjatuhan.
"Saya tidak bisa memastikan siapa pelakunya. Tapi menurut saya, kecil kemungkinan dilakukan oleh OPM. Kelompok OPM itu sudah sangat lemah. Senjata yang dipergunakan pun masih tradisional. Sulit untuk mengimbangi jumlah pasukan keamanan yang ada," tandas Al Araf.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.