Maria berasal dari keluarga mampu. Sang ayah pernah mempunyai pabrik rokok. “Tetapi tidak terkenal, namanya Bima Sakti, hatinya mungkin tidak di bisnis rokok, ayah sebenarnya lebih banyak berkarya di belakang organisasi, memperkuat Gappri (Gabungan Pabrik-pabrik Rokok Indonesia) dan kemungkian itu menurun ke anak-anaknya ,” ujar perempuan yang masih aktif mengajar ini.
Salah satu titik perjalanan hidup yang membuatnya mengenal nilai-nilai disiplin ketika ia bersekolah dan tinggal di asrama. Ia lahir di Yogya, bersekolah SMP di Kudus, lantas melanjutkan di SMA Sedes Sapientiae, Bangkong Semarang. Di sekolah terakhir sebelum melanjutkan ke Universitas Diponegoro itu, Maria tiga tahun di asrama puteri. Ia harus bangun dan tidur tepat waktu dan juga belajar mengelola hidup dengan berbagai karakter.
Anda suka bekerja keras, apakah ini pengaruh keluarga?
Dari dulu orangtua selalu menekankan tolong bekerja pada bidang yang bisa berbuat sesuatu untuk orang lain, dan itu harus ditekuni betul. Tekanannya itu usaha menolong orang lain, orang banyak.
Itu yang selalu saya ingat. Kerja keras, artinya setelah kita memilih itu ya harus all out. Jadi jangan pernah berhenti atau menoleh ke belakang. Itu semua risiko harus siap dijalani, tak bisa memilih misalnya yang enak-enak saja.
Kerja keras untuk pilihan itu harus dilaksanakan secara konsekuen. Itu suatu etos. Memperoleh sesuatu itu tak ada yang mudah, harus dengan susah payah. Harus ada waktu, tenaga, harus disiplin, semua ini harus sesuai dengan perencanaan.
Tenggat waktu sangat berarti, karena kalau punya kebiasaan mundur, mundur sedikit itu bertentangan dengan nilai kerja keras. Kalau sudah menentukan tenggat ya harus ditepati, sebab itu kunci.
Orang itu senang memberikan pekerjaaan kepada saya karena tahu akan selesai dengan baik dan tepat pada waktunya. Jadi time management itu penting. Ini bisa kalau kita disiplin.
Bagaimana dengan lingkungan kita yang masih penuh dengan jam karet, tidak disiplin, apakah hal ini tidak mempengaruhi?
Tidak. Saya datang di ruang kuliah kadang-kadang mahasiswanya belum datang, saya sudah duduk di ruangan. Kalau kuliah jam tujuh, saya sebelum jam tujuh sudah berangkat dari rumah (rumah dengan kampus hanya berjarak sekitar dua kilometer). Mahasiswa belum datang, ya tidak masalah. Saya nikmati saja. Orang yang melihat akan risi sendiri, akhirnya kalau memang tidak ada hal-hal di luar kemampuan mesti mereka tidak akan terlambat.
Juga memberikan kuliah harus sekian minggu misalnya, bahan harus disiapkan dan semua harus ditepati, ya memang kita harus disipilin. Ini semua mungkin karena sudah terbiasa dari pendidikan, lingkungan itu terbawa terus sampai kini.
Apakah Anda tidak merasa kecewa yang lain tidak tepat waktu?
O tidak. Hal yang baik harus dimulai dari diri sendiri, tetapi jangan pernah memaksakan sesuatu kepada orang lain. Soalnya yang namanya perilaku itu kan tak bisa diubah dalam waktu satu hari. Tetapi mudah-mudahn menular dan yang lain mengikuti.
Saya tidak pernah merasa putus asa. Misalnya saya punya satu pendapat yang menurut penilaian kita ini obyektif, rasional, dan sesuai hati nurani, lalu kita sampaikan pada orang lain. Itu ya sudah kita sampaikan pada orang lain. Kalau ditanggapi secara positif, kita bersyukur, tetapi seandainya tidak ya tidak masalah.