JAKARTA, KOMPAS.com — Adanya perbedaan mencolok hasil survei dari berbagai lembaga survei soal pilpres menimbulkan tanda tanya besar apakah teknik pengambilan sampel yang dilakukan semua lembaga survei sudah tepat.
"Banyak pertanyaan dari akademisi, karena jika sampelnya benar seharusnya tidak jauh berbeda hasil antarlembaga tersebut," ucap Prof Ibram Sjah, Guru Besar Ilmu Politik Universitas Indonesia saat diskusi di Chemistry Media Center (CMC) Jakarta, Senin (22/6).
Ibram mengatakan, ada dua tujuan yang dilakukan lembaga survei saat ini, pertama untuk mengetahui peta kekuatan pasangan tertentu di seluruh wilayah iIdonesia. "Sedangkan kedua, diminta merekayasa hasil survei untuk menggiring opini publik," ungkapnya.
Etika melakukan survei, kata Ibram, harus menggambarkan keadaan yang sebenarnya di lapangan dan tidak diperkenankan melakukan rekayasa hasil survei.
Ia juga mengkritik iklan dari satu lembaga survei yang mengatakan bahwa hasil survei tersebut merupakan pilihan masyarakat Indonesia. "Tidak boleh satu lembaga survei mengklaim atas nama rakyat," tegasnya.
Untuk itu, lanjutnya, seharusnya masyarakat bersikap skeptis atau jangan mudah percaya terhadap hasil suatu lembaga survei. Masyarakat harus melihat kredibilitas lembaga survei tersebut, lihat sponsor yang mendanai, lalu lihat siapa tenaga ahli di dalam lembaga survei tersebut. "Di luar Lembaga Penelitian Indonesia (LIPI) dan akademisi, saya meragukan hasilnya," tegasnya.
Ketika ditanya tentang hasil polling terhadap pasangan capres dan cawapres di suatu media online yang cepat sekali berubah, menurutnya, hasil polling hanya ingin mengetahui secara singkat sehingga tidak terlalu mendalam. Karena itu, hasil survei lebih layak untuk dipercaya ketimbang hasil polling. "Polling hanya yang mempunyai akses telepon atau internet yang bisa memberikan suara," ucapnya.
Pemilu dua putaran
Ibram mengatakan, dari hasil survei yang dilakukannya, hampir dipastikan pemilu akan berlangsung dua putaran jika pemilu berlangsung jurdil (jujur dan adil). "Tapi bisa saja satu putaran jika dilakukan berbagai cara untuk memenangkan," tegasnya.
Menurutnya, tiga pasangan capres dan cawapres mempunyai kekuatan yang relatif sama baik dari figur, basis kekuatan, dan pencitraan. "Sangat aneh jika ada hasil survei yang mengatakan pasangan tertentu menjulang tinggi, sedangkan yang lain jauh di bawah," lontarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.