Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jangan Mudah Percaya Hasil Survei Pemilu

Kompas.com - 22/06/2009, 17:48 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Adanya perbedaan mencolok hasil survei dari berbagai lembaga survei soal pilpres menimbulkan tanda tanya besar apakah teknik pengambilan sampel yang dilakukan semua lembaga survei sudah tepat.

"Banyak pertanyaan dari akademisi, karena jika sampelnya benar seharusnya tidak jauh berbeda hasil antarlembaga tersebut," ucap Prof Ibram Sjah, Guru Besar Ilmu Politik Universitas Indonesia saat diskusi di Chemistry Media Center (CMC) Jakarta, Senin (22/6).

Ibram mengatakan, ada dua tujuan yang dilakukan lembaga survei saat ini, pertama untuk mengetahui peta kekuatan pasangan tertentu di seluruh wilayah iIdonesia. "Sedangkan kedua, diminta merekayasa hasil survei untuk menggiring opini publik," ungkapnya.

Etika melakukan survei, kata Ibram, harus menggambarkan keadaan yang sebenarnya di lapangan dan tidak diperkenankan melakukan rekayasa hasil survei.

Ia juga mengkritik iklan dari satu lembaga survei yang mengatakan bahwa hasil survei tersebut merupakan pilihan masyarakat Indonesia. "Tidak boleh satu lembaga survei mengklaim atas nama rakyat," tegasnya.

Untuk itu, lanjutnya, seharusnya masyarakat bersikap skeptis atau jangan mudah percaya terhadap hasil suatu lembaga survei. Masyarakat harus melihat kredibilitas lembaga survei tersebut, lihat sponsor yang mendanai, lalu lihat siapa tenaga ahli di dalam lembaga survei tersebut. "Di luar Lembaga Penelitian Indonesia (LIPI) dan akademisi, saya meragukan hasilnya," tegasnya.

Ketika ditanya tentang hasil polling terhadap pasangan capres dan cawapres di suatu media online yang cepat sekali berubah, menurutnya, hasil polling hanya ingin mengetahui secara singkat sehingga tidak terlalu mendalam. Karena itu, hasil survei lebih layak untuk dipercaya ketimbang hasil polling. "Polling hanya yang mempunyai akses telepon atau internet yang bisa memberikan suara," ucapnya.

 

Pemilu dua putaran

Ibram mengatakan, dari hasil survei yang dilakukannya, hampir dipastikan pemilu akan berlangsung dua putaran jika pemilu berlangsung jurdil (jujur dan adil). "Tapi bisa saja satu putaran jika dilakukan berbagai cara untuk memenangkan," tegasnya.

Menurutnya, tiga pasangan capres dan cawapres mempunyai kekuatan yang relatif sama baik dari figur, basis kekuatan, dan pencitraan. "Sangat aneh jika ada hasil survei yang mengatakan pasangan tertentu menjulang tinggi, sedangkan yang lain jauh di bawah," lontarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Sengketa Pilpres, Pengamat Nilai MK Tak Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran

Soal Sengketa Pilpres, Pengamat Nilai MK Tak Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran

Nasional
Profil Marsda Arif Widianto, Pati AU yang Kini Jabat Dansesko TNI

Profil Marsda Arif Widianto, Pati AU yang Kini Jabat Dansesko TNI

Nasional
Sudirman Said Sebut Pertemuan JK dan Megawati Kemungkinan Terjadi Setelah Putusan MK

Sudirman Said Sebut Pertemuan JK dan Megawati Kemungkinan Terjadi Setelah Putusan MK

Nasional
Kaesang Ingin Pileg 2029 Proporsional Tertutup: Pilih Partai, Bukan Caleg

Kaesang Ingin Pileg 2029 Proporsional Tertutup: Pilih Partai, Bukan Caleg

Nasional
KSAU Temui KSAL, Bahas Peningkatan Interoperabilitas dan Penyamaan Prosedur Komunikasi KRI-Pesud

KSAU Temui KSAL, Bahas Peningkatan Interoperabilitas dan Penyamaan Prosedur Komunikasi KRI-Pesud

Nasional
Pengamat Heran 'Amicus Curiae' Megawati Dianggap Konflik Kepentingan, Singgung Kasus Anwar Usman

Pengamat Heran "Amicus Curiae" Megawati Dianggap Konflik Kepentingan, Singgung Kasus Anwar Usman

Nasional
Sudirman Said Berharap Anies dan Prabowo Bisa Bertemu

Sudirman Said Berharap Anies dan Prabowo Bisa Bertemu

Nasional
Marak 'Amicus Curiae', Pakar: Jadi Pertimbangan Hakim MK untuk Gali Rasa Keadilan dalam Masyarakat

Marak "Amicus Curiae", Pakar: Jadi Pertimbangan Hakim MK untuk Gali Rasa Keadilan dalam Masyarakat

Nasional
Menpan-RB Setujui 40.839 Formasi CASN Kemensos demi Kuatkan Layanan Sosial Nasional

Menpan-RB Setujui 40.839 Formasi CASN Kemensos demi Kuatkan Layanan Sosial Nasional

Nasional
Prabowo Disebut Sudah Minta AHY Berikan Nama Kader Demokrat untuk Masuk Kabinet Mendatang

Prabowo Disebut Sudah Minta AHY Berikan Nama Kader Demokrat untuk Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Pangkoarmada I Akan Buat Kajian agar Kapal Patroli yang Dibeli dari Italia Ditempatkan di Wilayahnya

Pangkoarmada I Akan Buat Kajian agar Kapal Patroli yang Dibeli dari Italia Ditempatkan di Wilayahnya

Nasional
Pakar: 'Amicus Curiae' untuk Sengketa Pilpres Fenomena Baru

Pakar: "Amicus Curiae" untuk Sengketa Pilpres Fenomena Baru

Nasional
Densus 88 Polri Kembali Tangkap 1 Teroris Jaringan JI di Sulteng, Totalnya Jadi 8

Densus 88 Polri Kembali Tangkap 1 Teroris Jaringan JI di Sulteng, Totalnya Jadi 8

Nasional
Yusril Tertawa Ceritakan Saksi Ganjar-Mahfud Bawa Beras 5 Kg untuk Buktikan Politisasi Bansos

Yusril Tertawa Ceritakan Saksi Ganjar-Mahfud Bawa Beras 5 Kg untuk Buktikan Politisasi Bansos

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Karangan Bunga Bernada Sindiran Muncul di MK

Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Karangan Bunga Bernada Sindiran Muncul di MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com