Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pembelaan Mega terhadap Prabowo soal Kerusuhan Mei

Kompas.com - 21/06/2009, 07:20 WIB

BANDUNG, KOMPAS.com — Calon Presiden Megawati Soekarnoputri mengajak segenap bangsa untuk menghilangkan rasa benci dan dendam dalam menyelesaikan pelanggaran hak asasi manusia di masa lalu. Pernyataan itu disampaikan Megawati menjawab salah satu peserta dalam acara silaturahim dan makan bersama dengan para rektor, pengusaha, guru, dan tokoh masyarakat di The View Kota Bandung, Sabtu (20/6) semalam.

Penanya mempertanyakan mengapa Prabowo tidak pernah menjelaskan secara gamblang tentang kasus kerusuhan Mei 1998. Menjawab itu, pertama-tama Mega mengingatkan bahwa sesungguhnya dirinya pun adalah korban pelanggaran HAM oleh rezim Orde Baru, termasuk kasus 27 Juli.

"Tahun 1965, tidak boleh sekolah. Jadi sebetulnya apa yang ada di perasaan bapak sama saja," ucapnya. Menurut Megawati, kadang-kadang manusia harus punya kearifan dan kebijaksanaan. Kalau terus berpikir pada masa lalu maka tidak akan ada selesainya.

Memang ada yang mengatakan bahwa hukum harus ditegakkan. Namun, Mega yakin kalau pun itu dipenuhi pasti tidak akan pernah puas bahkan sampai ada hukuman mati di kursi listrik sekalipun.

"Jangan lupa, saya itu victim. jelas-jelas victim. Saat jadi presiden, sebagai orang paling berkuasa waktu itu, orang yang tidak saya senangi bisa dimasukkan semua ke penjara. Tapi tidak. Saya diam saja. Mari kita bangun Indonesia ini kembali," ucapnya disambut tepuk tangan.

Megawati mengatakan, hukum memang harus ditegakkan. Namun, kalau terus dipertanyakan, Prabowo pun punya hak membela diri dan karena itu Prabowo pun akhirnya harus membuka banyak pihak.

"Saya tahu di balik itu ada diri orang lain. Sama seperti saya. Saya victim, korban. Kalau saya bilang, berapa orang saya buka untuk bisa balas dendam. Jadi diam sajalah. Kita kembalikan saja kepada Yang di Atas," ajak Megawati.

Megawati berpendapat, negara ini harus menjadi negara ikhlas, negara penuh kasih sayang. Sudah banyak persoalan yang dihadapi bangsa ini dan tidak boleh terus menumbuhkan rasa dendam.

"Kalau kita bicara dendam, kapan habisnya?" ujarnya lagi. Semangat hilangkan dendam itu pula yang selalu ia sampaikan saat menangani kerusuhan di Maluku, Papua, dan Kalbar.

"Saya tidak ingin masyarakat punya rasa benci dan dendam karena itu akan menghabiskan satu generasi," ujarnya. Megawati tidak ingin bangsa ini memiliki cerita, seperti cerita sinetron atau film kungfu, yang selalu menggambarkan konflik atau balas dendam yang berkepanjangan, terus-menerus, dari generasi ke generasi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Nasional
Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Nasional
Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto, Prabowo: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto, Prabowo: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com