Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wiranto: Indonesia Butuh Pemimpin seperti Bima

Kompas.com - 21/06/2009, 05:16 WIB
KOMPAS.comSelain deretan buku dan dokumen tersusun rapi di beberapa rak, sebuah wayang kulit tokoh Bima menghiasi dinding ruang kerja calon wakil presiden Wiranto di Jalan Kotabumi, Menteng, Jakarta Pusat. Dalam cerita Mahabarata, Bima merupakan salah satu dari lima ksatria Pandawa.

”Saya sudah lama memasang sosok Bima di ruang kerja. Saya mengagumi karakter Bima, yaitu jujur, tegas, disiplin, dan berani menghadapi risiko jika yang dilakukannya adalah benar,” kata Wiranto yang mendampingi calon presiden Jusuf Kalla ini.

Karakter Bima memberi inspirasi. Misalnya, saat pria kelahiran Yogyakarta pada 4 April 1947 ini menjadi Panglima Tentara Nasional Indonesia sekaligus Menteri Pertahanan dan Keamanan pada pemerintahan Presiden BJ Habibie (1998-1999). ”Sebagai konsekuensi laporan saya kepada Presiden bahwa keadaan saat itu aman terkendali, saya membubarkan kompi pengawalan. Ke mana-mana, saya hanya dikawal seorang dengan sepeda motor dan hanya memakai peluit untuk membuka kelancaran arus lalu lintas. Sebab, bagaimana laporan itu dapat diyakini kebenarannya jika untuk bepergian saya masih dikawal oleh pasukan bersenjata lengkap?” kenang Wiranto.

Lulusan Akademi Militer Nasional angkatan 1968 ini juga berpendapat, sekarang Indonesia juga memerlukan pemimpin seperti Bima. Sebab, selain transparansi dalam pengelolaan, menurut dia, Indonesia juga butuh pemimpin yang berani bertindak cepat dan tanpa ragu-ragu untuk rakyat serta memiliki kesatuan antara kata dan tindakan.

Dengan sosok pemimpin seperti Bima, berbagai masalah bangsa, misalnya dalam pembangunan kemandirian di bidang ekonomi, akan lebih cepat tercapai. ”Presiden Soekarno pernah mengatakan, penyediaan pangan bagi rakyat (merupakan) hidup matinya bangsa. Ini pernyataan yang dalam sekali maknanya sebab jumlah penduduk terus bertambah sehingga, bila gagal menyediakan pangan bagi rakyatnya, akan menghadapi masalah besar,” kata Wiranto.

Wiranto juga menggelisahkan demokratisasi di Indonesia, yang masih prosedural dan cenderung hura-hura. Dengan latar belakang ekonomi, sosial, dan pendidikan penduduk yang amat beragam, makna pemilihan langsung, seperti dalam pemilihan umum presiden dan kepala daerah, menjadi masih sulit dipahami.

Sebagai langkah awal memperbaiki demokratisasi di Indonesia, Wiranto menyatakan, kampanyenya bersama Kalla akan mengurangi kegiatan seperti rapat umum dan menambah dialog dengan masyarakat. Sebab, selain kurang efektif sebagai sarana pendidikan politik bagi masyarakat, acara seperti rapat umum juga menghamburkan biaya. ”Semakin banyak biaya yang dikeluarkan, semakin banyak pula tuntutan yang harus dikembalikan,” katanya.

Berbagai keprihatinan itu yang, antara lain, mendorong Wiranto kembali mengikuti pemilihan kali ini meski hanya sebagai cawapres. Padahal, pada tahun 2004 dia pernah maju sebagai calon presiden. ”Saya (mengikuti pilpres) bukan semata-mata untuk mencari jabatan atau materi, tetapi mengabdi kepada bangsa. Secara materi kami sudah merasa cukup. Jadi, seandainya rakyat menghendaki kami untuk memimpin, tidak akan ada keinginan untuk melakukan hal-hal seperti korupsi,” kata Wiranto. (MAM/NWO)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pangkoarmada I Akan Buat Kajian agar Kapal Patroli yang Dibeli dari Italia Ditempatkan di Wilayahnya

Pangkoarmada I Akan Buat Kajian agar Kapal Patroli yang Dibeli dari Italia Ditempatkan di Wilayahnya

Nasional
Pakar: 'Amicus Curiae' untuk Sengketa Pilpres Fenomena Baru

Pakar: "Amicus Curiae" untuk Sengketa Pilpres Fenomena Baru

Nasional
Densus 88 Polri Kembali Tangkap 1 Teroris Jaringan JI di Sulteng, Totalnya Jadi 8

Densus 88 Polri Kembali Tangkap 1 Teroris Jaringan JI di Sulteng, Totalnya Jadi 8

Nasional
Yusril Tertawa Ceritakan Saksi Ganjar-Mahfud Bawa Beras 5 Kg untuk Buktikan Politisasi Bansos

Yusril Tertawa Ceritakan Saksi Ganjar-Mahfud Bawa Beras 5 Kg untuk Buktikan Politisasi Bansos

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Karangan Bunga Bernada Sindiran Muncul di MK

Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Karangan Bunga Bernada Sindiran Muncul di MK

Nasional
Yusril Akui Sebut Putusan 90 Problematik dan Cacat Hukum, tapi Pencalonan Gibran Tetap Sah

Yusril Akui Sebut Putusan 90 Problematik dan Cacat Hukum, tapi Pencalonan Gibran Tetap Sah

Nasional
Bukan Peserta Pilpres, Megawati Dinilai Berhak Kirim 'Amicus Curiae' ke MK

Bukan Peserta Pilpres, Megawati Dinilai Berhak Kirim "Amicus Curiae" ke MK

Nasional
Perwakilan Ulama Madura dan Jatim Kirim 'Amicus Curiae' ke MK

Perwakilan Ulama Madura dan Jatim Kirim "Amicus Curiae" ke MK

Nasional
PPP Tak Lolos ke DPR karena Salah Arah Saat Dukung Ganjar?

PPP Tak Lolos ke DPR karena Salah Arah Saat Dukung Ganjar?

Nasional
Kubu Prabowo Sebut 'Amicus Curiae' Megawati soal Kecurangan TSM Pilpres Sudah Terbantahkan

Kubu Prabowo Sebut "Amicus Curiae" Megawati soal Kecurangan TSM Pilpres Sudah Terbantahkan

Nasional
BMKG Minta Otoritas Penerbangan Waspada Dampak Erupsi Gunung Ruang

BMKG Minta Otoritas Penerbangan Waspada Dampak Erupsi Gunung Ruang

Nasional
Demokrat Tak Resisten jika Prabowo Ajak Parpol di Luar Koalisi Gabung Pemerintahan ke Depan

Demokrat Tak Resisten jika Prabowo Ajak Parpol di Luar Koalisi Gabung Pemerintahan ke Depan

Nasional
Kubu Prabowo-Gibran Yakin Gugatan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud Ditolak MK

Kubu Prabowo-Gibran Yakin Gugatan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud Ditolak MK

Nasional
Aktivis Barikade 98 Ajukan 'Amicus Curiae', Minta MK Putuskan Pemilu Ulang

Aktivis Barikade 98 Ajukan "Amicus Curiae", Minta MK Putuskan Pemilu Ulang

Nasional
Kepala Daerah Mutasi Pejabat Jelang Pilkada 2024 Bisa Dipenjara dan Denda

Kepala Daerah Mutasi Pejabat Jelang Pilkada 2024 Bisa Dipenjara dan Denda

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com