JAKARTA, KOMPAS.com — Lembaga survei tengah menjadi primadona dalam beberapa hari terakhir. Menjelang pemilihan umum, kredibilitasnya diragukan setelah diketahui dibiayai oleh salah satu kandidat. Meskipun, menurut peneliti lembaga survei, tak ada kaitan antara data dan dana. Seberapa percaya para anggota tim sukses terhadap hasil survei yang mulai bertebaran?
Anggota Tim Kampanye Nasional Mega-Prabowo, Maruarar Sirait, mengatakan, pihaknya tidak sepenuhnya anti dengan survei. Menurut dia, survei merupakan elemen penting untuk mengukur tingkat elektabilitas dan penerimaan publik terhadap pasangan.
"Kalau kami, dari tim Mega-Prabowo, punya ukuran sendiri. Survei memang penting, tapi harus dibedakan mana yang penting dipublikasikan, mana yang tidak," ujar Maruarar pada debat publik "Perang Survei Pilpres 2009 ", Selasa (9/6) di Jakarta.
Hasil survei, dikatakan Maruarar, seharusnya menjadi bahan evaluasi internal. "Yang penting kan kita tahu kekuatan dan kelemahan pasangan kita. Tapi hari ini agak ironis, mulai ada penggiringan opini dengan hasil survei. Ini kemunduran lembaga survei," lanjutnya.
Akan tetapi, Maruarar tak menjawab secara tegas survei lembaga mana yang diyakininya.
Sementara itu, Sekretaris Pemenangan Tim SBY-Boediono, Marzuki Alie, mengatakan, pihaknya masih yakin dengan komitmen akademis lembaga survei. Mengutip Marzuki, ia mengutarakan, bagi SBY dan tim pemenangan, survei dijadikan sebagai indikator kinerja.
"Misalnya, ketika hasil polling rendah, kami mencari penyebab-penyebabnya sebagai bahan perbaikan. Jangan mencurigai hasil survei, yang penting kredibilitasnya dijaga," ujar Marzuki dalam kesempatan yang sama.
Namun, ia turut mempertanyakan hasil survei beberapa lembaga dengan perbedaan angka yang cukup jauh satu sama lain. Oleh karena itu, ia berharap lembaga survei tidak menggunakan pertanyaan yang menggiring kepada para respondennya.
Juru bicara Tim Kampanye JK-Wiranto, Indra Jaya Piliang, berpendapat berbeda. Apa pun hasil survei saat ini, menurutnya belum bisa dijadikan sebagai tolok ukur persepsi publik. Sebab, waktu 30 hari menjelang pilpres masih bisa mengubah preferensi terhadap masing-masing kandidat. "Kalau menyurvei persepsi, sifatnya bisa berubah dalam waktu yang mendekati hari H," kata Indra.
Ia juga memberikan catatan pada pertanyaan yang disodorkan kepada para responden yang memiliki peluang menggiring mereka pada pilihan atas salah satu calon.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.