Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar Komunikasi: Kasus Prita Bukan Salahnya UU ITE

Kompas.com - 03/06/2009, 17:25 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Kasus Prita Mulyasari, mantan pasien Rumah Sakit Omni Internasional Alam Sutera Tangerang, dinilai bukan merupakan kesalahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik).

"Kasus Prita bukan salahnya UU ITE. Justru, UU ITE dibuat sebagai upaya untuk melindungi warga negara siapa pun dari fitnah atau pencemaran nama baik," kata Pakar Komunikasi Universitas Airlangga Surabaya Henry Subyakto di Jakarta, Rabu (3/6).

Henry mengatakan tidak ada hubungan antara UU ITE dan kebebasan pers atau kebebasan mengeluarkan pendapat. Hal tersebut diungkapkan Henry menanggapi wacana yang berkembang agar UU ITE dilakukan uji materi (judicial review) terutama Pasal 27 yang digunakan untuk menjerat Prita.

Pada UU ITE Pasal 27 ayat (3) disebutkan, "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik."

"Akan tetapi, itu hak masyarakat apabila ada yang ingin mengajukan judicial review UU ITE," katanya.

Henry mengatakan, surat elektronik yang dikirim oleh Prita berjudul "Penipuan OMNI Internasional Hospital Alam Sutera Tangerang" merupakan tuduhan atau fakta. "Andai judul e-mail itu adalah 'Perlakuan buruk OMNI Internasional Hospital Alam Sutera Tangerang' maka itu merupakan opini, dan opini itu tidak bisa dipersalahkan," katanya.

Menurutnya, hanya pengadilan yang bisa menentukan fakta yang diungkapkan Prita tersebut benar atau palsu. "Pengadilan yang harus membuktikan. Kalau ini sesuai fakta, maka bukan fitnah, asal sepanjang bukan disengaja," katanya.

Kasus Prita ini menjadi perhatian publik, lanjut Henry, karena ada unsur motherhood syndrome bahwa seorang ibu dengan dua anak ditahan, yang hal tersebut menimbulkan empati dari masyarakat.

"Problemnya ada pada penahanan sebagai penerapan hukum KUHAP. Kejaksaan tidak salah, hanya tidak bijak menerapkan hukum. Seharusnya Prita jangan ditahan dulu karena belum tentu melanggar UU ITE," katanya.

Menurut KUHAP, Kejaksaan memang berhak menahan seorang tersangka yang melanggar peraturan dengan ancaman hukuman di atas lima tahun penjara. Adapun pelanggaran terhadap Pasal 27 UU ITE diancam dengan enam tahun penjara.

Kasus pencemaran nama baik tersebut berawal ketika Prita menuliskan keluhannya dalam e-mail atau surat elektronik tentang pelayanan RS Omni kepada teman-temannya. Namun, isi dari surat elektronik tersebut tersebar hingga ke sejumlah milis sehingga membuat RS Omni mengambil langkah hukum.

Dalam gugatan perdata, Pengadilan Negeri Tangerang memenangkan pihak RS Omni Internasional sehingga Prita menyatakan banding, sedangkan dalam gugatan pidana yang akan mulai digelar di PN Tangerang Kamis (4/6), Prita terancam hukuman enam tahun penjara dan denda sebanyak Rp 1 miliar berdasarkan Pasal 27 UU ITE.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

Nasional
Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

Nasional
Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Keyakinan Yusril, Tinta Merah Megawati Tak Pengaruhi MK

GASPOL! Hari Ini: Keyakinan Yusril, Tinta Merah Megawati Tak Pengaruhi MK

Nasional
Tak Banyak Terima Permintaan Wawancara Khusus, AHY: 100 Hari Pertama Fokus Kerja

Tak Banyak Terima Permintaan Wawancara Khusus, AHY: 100 Hari Pertama Fokus Kerja

Nasional
Jadi Saksi Kasus Gereja Kingmi Mile 32, Prngusaha Sirajudin Machmud Dicecar soal Transfer Uang

Jadi Saksi Kasus Gereja Kingmi Mile 32, Prngusaha Sirajudin Machmud Dicecar soal Transfer Uang

Nasional
Bareskrim Polri Ungkap Peran 5 Pelaku Penyelundupan Narkoba Jaringan Malaysia-Aceh

Bareskrim Polri Ungkap Peran 5 Pelaku Penyelundupan Narkoba Jaringan Malaysia-Aceh

Nasional
Usulan 18.017 Formasi ASN Kemenhub 2024 Disetujui, Menpan-RB: Perkuat Aksesibilitas Layanan Transportasi Nasional

Usulan 18.017 Formasi ASN Kemenhub 2024 Disetujui, Menpan-RB: Perkuat Aksesibilitas Layanan Transportasi Nasional

Nasional
Ketua KPU Dilaporkan ke DKPP, TPN Ganjar-Mahfud: Harus Ditangani Serius

Ketua KPU Dilaporkan ke DKPP, TPN Ganjar-Mahfud: Harus Ditangani Serius

Nasional
Jokowi Ingatkan Pentingnya RUU Perampasan Aset, Hasto Singgung Demokrasi dan Konstitusi Dirampas

Jokowi Ingatkan Pentingnya RUU Perampasan Aset, Hasto Singgung Demokrasi dan Konstitusi Dirampas

Nasional
Menko di Kabinet Prabowo Akan Diisi Orang Partai atau Profesional? Ini Kata Gerindra

Menko di Kabinet Prabowo Akan Diisi Orang Partai atau Profesional? Ini Kata Gerindra

Nasional
Selain 2 Oknum Lion Air,  Eks Pegawai Avsec Kualanamu Terlibat Penyelundupan Narkoba Medan-Jakarta

Selain 2 Oknum Lion Air, Eks Pegawai Avsec Kualanamu Terlibat Penyelundupan Narkoba Medan-Jakarta

Nasional
Dirut Jasa Raharja: Efektivitas Keselamatan dan Penanganan Kecelakaan Mudik 2024 Meningkat, Jumlah Santunan Laka Lantas Menurun

Dirut Jasa Raharja: Efektivitas Keselamatan dan Penanganan Kecelakaan Mudik 2024 Meningkat, Jumlah Santunan Laka Lantas Menurun

Nasional
Hasto Minta Yusril Konsisten karena Pernah Sebut Putusan MK Soal Syarat Usia Cawapres Picu Kontroversi

Hasto Minta Yusril Konsisten karena Pernah Sebut Putusan MK Soal Syarat Usia Cawapres Picu Kontroversi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com