Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jangan Biarkan TNI AL Sendirian di Ambalat!

Kompas.com - 02/06/2009, 19:43 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Sejumlah kalangan menilai wajar kehadiran armada perang Tentara Nasional Indonesia (TNI) di wilayah perairan Blok Ambalat, menyusul provokasi yang berkali-kali dilakukan oleh pihak angkatan bersenjata Malaysia di kawasan yang dipahami kaya dengan cadangan sumber daya alam minyak dan gas bumi.

Kehadiran armada perang RI di sana, selain memang untuk menjaga keutuhan dan kedaulatan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari intervensi dan invasi negara luar, juga menjadi bentuk diplomasi kapal-senjata (gun-boat diplomacy). Namun begitu tetap, langkah diplomasi macam itu juga harus diikuti dengan upaya diplomasi pemerintah, dalam hal ini Departemen Luar Negeri (Deplu).

Sayangnya sepanjang masa pemerintahan sekarang, kemampuan dan efektivitas diplomasi Indonesia semakin diragukan akibat berbagai kelemahan yang ditunjukkannya. "Jangan biarkan TNI Angkatan Laut seolah berdiri sendiri mempertahankan kedaulatan RI di sana. Bagaimana itu diplomasi kita? Jangan belum apa-apa sudah bilang, kecil kemungkinan Malaysia membawa sengketa Ambalat ke pengadilan internasional. Jangan ulangi kesalahan di Sipadan-Ligitan," ujar Ikrar Nusa Bhakti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Ikrar mempertanyakan mengapa Presiden Yudhoyono tidak menyempatkan diri bertanya secara khusus ke Perdana Menteri Malaysia, di sela-sela acara peringatan 20 tahun hubungan negara-negara anggota ASEAN dengan Korea Selatan di negeri ginseng tersebut. Kedua pemimpin negara pastinya sama-sama hadir.

Selain itu, Ikrar juga mempertanyakan mengapa pemerintah juga tidak kunjung memanggil Duta Besar Malaysia untuk Indonesia di Jakarta, untuk diminta menjelaskan provokasi yang dilakukan angkatan bersenjata Malaysia selama ini di Ambalat.

Ikrar menyayangkan politik luar negeri Indonesia yang semakin banyak memperlihatkan kekurangan. Bahkan muncul dugaan, politik luar negeri Indonesia malah sekadar dikait-kaitkan dengan politik pencitraan presiden di mata luar negeri.

Sedangkan pada kasus tertentu macam penanganan tenaga kerja Indonesia (TKI) bermasalah di luar negeri atau dalam persoalan pelarangan terbang maskapai Garuda Indonesia ke wilayah Uni Eropa, pemerintah seolah tidak berdaya melakukan apa-apa.

"Soal larangan terbang, kenapa tidak meniru Turki yang balik melarang maskapai penerbangan Uni Eropa saat mereka mengalami yang kita alami. Kemarin dalam kasus artis Manohara, dia sempat ditolak KBRI dengan alasan dia datang saat libur. Bagaimana kalau dalam hitungan menit nyawa WNI kita terancam?" ujar Ikrar.

Lebih lanjut saat dihubungi terpisah, dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI) Edy Prasetyono menegaskan, jika upaya diplomasi memang benar dilakukan oleh pemerintah, setidaknya ada dua hal yang harus menjadi penekanan. Hal pertama adalah memastikan ketegasan batas wilayah laut lewat jalan perundingan antarkedua negara. Dalam hal ini pihak Indonesia harus mampu memberikan penekanan soal pentingnya langkah perundingan seperti itu jika Malaysia terkesan enggan menanggapi keinginan itu.

Sedangkan langkah kedua yang harus dilakukan, setidaknya sampai upaya perundingan tuntas membuahkan hasil, adalah memastikan kedua belah angkatan bersenjata punya kesepakatan soal prosedur operasi standar (standar operating procedure), prosedur tindakan (code of conduct), dan aturan pelibatan (rules of engagement) dalam berpatroli di wilayah itu.

Tidak hanya itu, baik Edy maupun Ikrar juga mendesak pemerintah ke depan harus lebih memperhatikan pembangunan kekuatan peralatan utama sistem persenjataan (alutsista) milik TNI, terutama TNI Angkatan Laut, yang pastinya akan sangat penting dalam upaya menjaga wilayah kedaulatan RI. Tantangan ke depan akan lebih banyak berasal dari atau ada ada di wilayah maritim. "Seharusnya Indonesia bisa melihat potensi persoalan itu dan mulai membangun kekuatan armada lautnya ke depan. Kita harus punya sesuatu (kekuatan) yang bisa membuat orang lain mau mendengarkan kita," ujar Edy.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

GASPOL! Hari Ini: Hasto Kristiyanto dan Hadirnya Negara Kekuasaan

GASPOL! Hari Ini: Hasto Kristiyanto dan Hadirnya Negara Kekuasaan

Nasional
Kumpulkan 777 Komandan Satuan, KSAD: Jangan Hanya 'Copy Paste', Harus Bisa Berinovasi

Kumpulkan 777 Komandan Satuan, KSAD: Jangan Hanya "Copy Paste", Harus Bisa Berinovasi

Nasional
Bertemu Pratikno, Ketua Komisi II DPR Sempat Bahas Penyempurnaan Sistem Politik

Bertemu Pratikno, Ketua Komisi II DPR Sempat Bahas Penyempurnaan Sistem Politik

Nasional
Waketum Nasdem Mengaku Dapat Respons Positif Prabowo soal Rencana Maju Pilkada Sulteng

Waketum Nasdem Mengaku Dapat Respons Positif Prabowo soal Rencana Maju Pilkada Sulteng

Nasional
Bertemu Komandan Jenderal Angkatan Darat AS, Panglima TNI Ingin Hindari Ketegangan Kawasan

Bertemu Komandan Jenderal Angkatan Darat AS, Panglima TNI Ingin Hindari Ketegangan Kawasan

Nasional
5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Golkar Buka Suara soal Atalia Praratya Mundur dari Bursa Calon Walkot Bandung

Golkar Buka Suara soal Atalia Praratya Mundur dari Bursa Calon Walkot Bandung

Nasional
Komisi II DPR Ungkap Kemungkinan Kaji Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Komisi II DPR Ungkap Kemungkinan Kaji Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
PKB-Nasdem Merapat, Koalisi Prabowo Diprediksi Makin 'Gemoy'

PKB-Nasdem Merapat, Koalisi Prabowo Diprediksi Makin "Gemoy"

Nasional
Golkar Sedang Jajaki Nama Baru untuk Gantikan Ridwan Kamil di Pilkada DKI Jakarta

Golkar Sedang Jajaki Nama Baru untuk Gantikan Ridwan Kamil di Pilkada DKI Jakarta

Nasional
DPR Segera Panggil KPU untuk Evaluasi Pemilu, Termasuk Bahas Kasus Dugaan Asusila Hasyim Asy'ari

DPR Segera Panggil KPU untuk Evaluasi Pemilu, Termasuk Bahas Kasus Dugaan Asusila Hasyim Asy'ari

Nasional
Sinyal 'CLBK' PKB dengan Gerindra Kian Menguat Usai Nasdem Dukung Prabowo-Gibran

Sinyal "CLBK" PKB dengan Gerindra Kian Menguat Usai Nasdem Dukung Prabowo-Gibran

Nasional
Jadi Presiden Terpilih, Prabowo Tidak Mundur dari Menteri Pertahanan

Jadi Presiden Terpilih, Prabowo Tidak Mundur dari Menteri Pertahanan

Nasional
Polri: Hingga April 2024, 1.158 Tersangka Judi Online Berhasil Ditangkap

Polri: Hingga April 2024, 1.158 Tersangka Judi Online Berhasil Ditangkap

Nasional
Ganjar Bilang PDI-P Bakal Oposisi, Gerindra Tetap Ajak Semua Kekuatan

Ganjar Bilang PDI-P Bakal Oposisi, Gerindra Tetap Ajak Semua Kekuatan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com