Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Politik Uang Seperti Kentut, Berbau Tetapi tak Terlihat

Kompas.com - 15/03/2009, 20:17 WIB

 

 

SOLO, KOMPAS.com - Warga resah adanya praktik politik uang. Praktik ini sulit disentuh namun dapat dibaui. Calon legislatif (caleg) atau partai politik yang menggunakan politik uang untuk menarik suara dikhawatirkan memiliki semacam perhitungan dagang ketika nantinya terpilih sebagai wakil rakyat.

"Politik uang itu, maaf, seperti orang buang angin, ada baunya, tetapi sulit diraba. Kami berharap KPU, Panwas, dan polisi bisa bertindak tegas kepada para pelakunya," kata Koordinator Forum Penyelamat Uang Rakyat Kota Solo (Format) Maryono.

Format dibentuk sebagai upaya mengingatkan masyarakat agar tidak mau begitu saja dibeli oleh caleg yang melakukan politik uang.

Di Wonogiri, Panitia Pengawas (Panwas) Pemilu memproses kasus dugaan politik uang yang dilakukan caleg DPR dari Partai Amanat Nasional (PAN) untuk daerah pemilihan IV Tuti Indarsih Loekman Sutrisno. Tuti saat ini masih duduk di Komisi IX DPR. Panwas Kecamatan Ngadirojo mendapati pembagian amplop berisi uang Rp 10.000 dan alat peraga Jumat lalu, saat Tuti menggelar kegiatan bersama ibu-ibu yang tergabung di sebuah posyandu.

"Kami punya empat saksi, yakni tiga anggota Panwascam Ngadirojo dan seorang Petugas Pengawas Lapangan. Dua di antaranya menerima amplop berisi dua lembar Rp 5.000 dan alat peraga yang berbentuk semacam kartu nama berisi foto dan nomor urut. Dua lainnya menolak pemberian," kata Ketua Panwas Kabupaten Wonogiri Tulus Premana, Minggu (15/3).

Kasus ini telah dilaporkan ke sentra Penegakan Hukum Terpadu Wonogiri. Menurut Tulus, kasus ini diancam pasal 84 ayat 1 huruf (j) dan p asal 274 Undang-undang 10/2008 dengan ancaman hukuman kurungan minimal enam bulan dan maksimal 24 bulan serta denda minimal Rp 6 juta dan maksimal Rp 24 juta.

Menurut Tulus, jika yang bersangkutan beralasan tidak sedang berkampanye dan yang dibagikan berasal dari uang reses, pihaknya memiliki bukti adanya surat tanda terima pemberitahuan (STTP) dari Polres Wonogiri tentang izin kampanye, termasuk pada hari kedapatan membagi uang. STTP dibutuhkan sebagai syarat perizinan berkampanye.

"Kami tidak memandang asal uangnya, yang jelas saat itu adalah dalam konteks kampanye karena STTP yang diurus Ibu Tuti juga memuat kegiatan di hari ia kedapatan membagi-bagikan uang . Lagi pula jika tidak kampanye untuk apa membagikan alat peraga," kata Tulus.

Dalam hal penyidikan, tambah Tulus, juga tidak diperlukan izin khusus kepada presiden. Menurut Tulus, dalam Pedoman Penyidikan Tindakan Pemilu yang dikeluarkan Polri tahun 2009, dalam melakukan tindakan penyidikan kepolisian terhadap pejabat tertentu, anggota MPR/DPR, DPRD, DPD, BPK, para menteri, gubernur, bupati, serta wali kota yang melakuan pidana pemilu, tidak perlu izin khusus sesuai ketentuan yang berlaku.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com