Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Diprotes, Penggunaan Cukai Rokok untuk Bangun Pasar

Kompas.com - 01/02/2009, 18:34 WIB

KUDUS, MINGGU- Penggunaan dana bagi hasil cukai tembakau atau DBHCT 2009 sebesar Rp 800 juta untuk pembanggunan pasar khusus sangkar burung di Desa Megawon, Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus, diprotes berbagai kalangan lembaga swadaya masyarakat.

Sebab, hal itu bertentangan dengan undang undang nomor 37 /2007 tentang cukai maupun peraturan Menteri Keuangan nomor84/2008, hingga peraturan Bupati Kudus 20/2008 tentang penggunaan serta sanksi penggunaan DBHCT.

Menurut Direktur Eksekutif Institute for Social and Economic Studies (ISES) Indonesia, Hassan Aoni Aziz, langkah Komisi B DPRD Kudus yang menyetujui penggunan DBHCT untuk membangun pasar khusus sangkar burung tidak tepat. "Ini pengertian pembinaan sosial yang dipaksakan," kata Hassan, Minggu (1/2).

Usulan penggunaan DBHCT 2009 berasal Kepala Desa Megawon melalui Dinas Perdagangan dan Pengelolaan Pasar Kabupaten Kudus, kemudian disetujui Komisi B DPRD setempat.

"Saya kira tidak menyalahi atau melanggar peraturan dan perundangaan, karena ada salah satu ketentuan jika salah satu alokasi anggaran dapat digunakan untuk pembinaan lingkungan sosial. Pembinaan lingkungan sosial ini merupakan salah satu komitmen pemerintah pusat untuk ikut membangun lingkungan sekitarnya," ujar Sri Wahyuni, anggota Komisi B DPRD Kudus.

Wahyuni menambahkan, di Desa Megawon terdapat barak pabrik rokok PT Djarum Kudus dan perajin sangkar burung. Pemerintahan desa setempat menyediakan tempat-tanah berstatus bondho deso untuk lokasi pembangunan pasar khusus sangkar burung.

"Jika pasar sudah berfungsi, kemudian bakal muncul penjual burung, penjual makanan burung dan sebagainya.. Ini bakal berdampak besar bagi perekonomian masyarakat," tambahnya.

Namun, alasan Komisi B itu justru dipersoalkan sejumlah kalangan. Selain Hassan, Ketua PMII Cabang Kudus Suwoko, aktivis sosial politik Kholid Mawardi, juga mempersoalkannya.

Sebab, jika pola pikir Komisi B DPRD semacam itu dibiarkan, maka puluhan kepala desa di Kabupaten Kudus akan mengajukan permintaan DBHCT.

Sebab, di Kabupaten Kudus terdapat ratusan perusahaan rokok skala rumah tangga hingga skala besar yang tersebar di 9 kecamatan. Di sekitar pabrik/perusahaan umumnya juga terdapat aneka jenis industri rumah tangga..

Mengartikan pembinaan sosial masyarakat menjadi bias, kata para aktivis itu, menjadi salah kaprah, semakin memprihatinkan, dan semakin mengenaskan.

Tahun 2008, Pemkab Kudus memperoleh dana segar dari DBHCT sebesar Rp 17,2 miliar, dan tahun 2009 jumlahnya tiga kali lipat lebih. Namun, karena petunjuk tehnik dan petunjuk pelaksanaan dari pemerintah pusat maupun Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, masih lemah di sana sini, penggunaan DBHCT ibaratnya aji mumpung.

Menurut Sekjen Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri), Djuffan Achmad, buruh rokok, buruh tani tembakau, petani cengkeh, perusahaan rokok khususnya skala kecil/rumah tangga, cukup layak jika memperoleh kucuran DBHCT, karena masih banyak problem yang dihadapi. Apalagi bila dikaitkan dengan upaya pencapaian kadar tar dan nikotin sesuai standar yang dituangkan dalam peraturan pemerintah 19/2003 tentang pengaman rokok. Khususnya yang menyangkut kesehatan.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com