Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Situs Trowulan, Peradaban Majapahit yang Mengagumkan

Kompas.com - 12/01/2009, 21:47 WIB

SEMPATKAN berkunjung ke Situs Trowulan, di Kabupaten Mojokerto, Provinsi Jawa Timur, akan banyak pengetahuan baru yang didapat dan bukti-bukti mengagumkan yang menarik dicermati dan dikaji.

Memang, dari pelajaran sejarah, yang diketahui tak lebih dari lintasan sejarah Gajah Mada, sang Mahapatih yang dikenal lewat Sumpah Amukti Palapa. Dan juga tentang Ratu Tribhuwanotunggadewi Jayawisnuwardhani dan Raja Hayam Wuruk, dua nama yang membawa Majapahit ke puncak keemasan.

Dengan berkunjung ke Trowulan, banyak cerita dan bukti yang dapat disaksikan tentang peradaban masa Majapahit, yang berkembang lebih kurang 200 tahun, mulai berdiri tahun 1293 dan diperkirakan runtuh tahun 1521 Masehi. Bahkan, dari juru kunci atau perantara di Wringin Lawang salah satu dari ribuan artefak dan puluhan bangunan bersejarah penanda kebesaran Majapahit , juga bisa didapatkan cerita, bahwa calon-calon penguasa di negeri ini selalu menyempatkan diri berziarah.

"Mereka seolah mendapatkan sugesti. Dan ternyata nama-nama yang disebut juru kunci , memang akhirnya jadi pemimpin di negeri ini. Menjelang pemilihan presiden 2004 lalu , Bu Mega dan Pak Es Be Ye juga sempat ke sini," kata Supardi (66), sang juru kunci. Barangkali, menjelang Pemilu 2009, Trowulan akan lebih banyak dikunjungi tokoh-tokoh calon pemimpin bangsa ini.

Karena itu, menjadi wajar muncul pertanyaan mengapa pembangunan proyek Pusat Informasi Majapahit (PIM), yang menjadi bagian dari rencana besar membangun Majapahit Park, terkesan dipaksakan dan dilaksanakan tidak melalui prosedur yang seharusnya.

Apakah karena Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan dukungan, sebagaimana diungkapkan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik, saat peletakan batu pertama, 3 November 2008, lantas semua ketentuan yang berlaku bisa diabaikan?

Sorotan dan tudingan yang bertubi-tubi dari berbagai pihak pemangku kepentingan, seperti yang diekspose Kompas sejak 4 Januari lalu hingga sekarang, seperti menegaskan bahwa Pemerintah tak bisa seenaknya merusak situs yang sangat bersejarah dan unik di mata dunia itu.

Tindakan sekecil apa pun, tidak hanya harus berlandaskan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya dan ketentuan hukum lainnya, tetapi di atas semua itu harus dilandasi etika-moral dan hati nurani, tandas arkeolog dari Universitas Indonesia, Prof Dr Mundardjito.

Mundardjito bersama Arya Abieta, Osriful Oesman, Daud Aris Tanudirjo dan Anam Anis dari Tim Evaluasi Pembangunan PIM-lah yang membongkar ketidakberesan dan kejanggalan dalam pembangunan PIM. A tas desakan pemangku kepentingan lainnya, memaksa Pemerintah melalui Departemen Kebudayaan dan Pariwisata (Depbudpar) untuk menghentikan pembangunan PIM.

Hasil rapat 8 Januari 2009 lalu dengan puluhan pemangku kepentingan di Direktorat Sejarah dan Purbakala Depbudpar , Jakarta, disepakati Situs Trowulan yang rusak akibat proyek PIM harus direhabilitasi dan diteliti kembali dengan melibatkan para ahli dan proyek tersebut harus di carikan alternatif lokasi yang baru (relokasi).

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com