Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sawahlunto, Kota Arang yang Terjaga

Kompas.com - 04/01/2009, 08:02 WIB

KALAU ada kota tua yang masih terpelihara, Kota Sawahlunto adalah salah satunya. Memasuki pusat Kota Sawahlunto—sekitar 90 kilometer dari Padang, ibu kota Provinsi Sumatera Barat—pemandangan kota tua yang masih terpelihara langsung menyeruak pandangan mata. Sejumlah bangunan tua peninggalan Belanda masih menjadi tempat tinggal penduduk, perkantoran, atau aneka kios.

Nama Sawahlunto mulai muncuat di dunia internasional setelah Belanda menemukan potensi batu bara di perut Sawahlunto pada abad ke-19. Batu bara mulai berkilat di Sawahlunto setelah ahli geologi Belanda, Willem Hendrik de Greve, melihat ada potensi batu bara di perut Sungai Ombilin, salah satu sungai di Sawahlunto.

Temuan itu dilaporkan ke Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1868-1872. Penelitian kedua gagal dilakukan lantaran Greve terseret arus Sungai Ombilin dan meninggal pada 22 Oktober 1872.

Penambangan batu bara mulai dikerjakan Belanda tahun 1880 di lapangan Sungai Durian. Tahun 1892, produksi perdana batu bara Sawahlunto mencapai 48.000 ton. Pengangkutan batu bara ketika itu menggunakan kereta api.

Hingga kini penambangan batu bara masih tetap ada di Sawahlunto. Selain penambangan oleh PT Bukit Asam, penambangan batu bara dalam skala rakyat ditemui di luar pusat kota.

Kejayaan tambang batu bara zaman Belanda masih tersisa dalam sejumlah bangunan, seperti silo. Silo berbentuk tiga silinder besar yang berfungsi sebagai penimbun batu bara yang telah dibersihkan dan siap diangkut ke Pelabuhan Teluk Bayur. Silo masih berdiri kokoh di tengah kota ini kendati tidak berfungsi apa-apa selain sebagai monumen yang mengingatkan kejayaan batu bara di Sawahlunto ketika itu.

”Sirene di silo masih berbunyi setiap pukul 07.00, 13.00, dan 16.00,” ujar Kepala Dinas Pariwisata Kota Sawahlunto Tun Huseno. Bunyi-bunyi itulah yang menandakan jam kerja orang rantai atau narapidana yang dijadikan kuli pengambil batu bara itu.

Lubang Mbah Soero

Ekspansi tambang baru terus dilakukan Belanda pada tahun 1892. Lubang tambang baru dibuka di lorong bawah tanah pusat kota Sawahlunto. Lokasi tambang dinamakan Lubang Tambang Soegar. Gara-gara Mbah Soero menjadi mandor, lubang yang melintasi bawah tanah pusat Kota Sawahlunto itu juga dinamakan Lubang Tambang Batu Bara Mbah Soero.

Sayangnya, kondisi lubang tambang ini tidak terlampau baik. Kedekatan lubang tambang dengan Sungai Lunto menjadikan rembesan air mengalir begitu deras ke dalam lubang. Sebelum tahun 1930, Belanda menutup lubang ini.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com