Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PKNU, Memuliakan Kembali Politik

Kompas.com - 31/12/2008, 00:45 WIB

Oleh M Zaid Wahyudi

Konflik Partai Kebangkitan Bangsa seusai Muktamar PKB 2005 di Semarang menyisakan sejumlah kader yang tersisih dari partai. Mereka pun berhimpun dan melahirkan partai baru, Partai Kebangkitan Nasional Ulama.

Sama seperti partai berbasis Nahdlatul Ulama lainnya, PKNU mengandalkan nama besar sejumlah ulama atau kiai. Potensi pemilih NU memang sangat besar. Diperkirakan jumlah mereka mencapai 40 juta orang yang tersebar di berbagai partai politik.

Berikut petikan wawancara Kompas dengan Ketua Umum Dewan Tanfidz PKNU Choirul Anam di kantor Dewan Pimpinan Pusat PKNU di Jakarta, pertengahan Desember lalu.

Apakah pembentukan PKNU akibat sakit hati dengan PKB?

Tidak ada sakit hati. Bagi kami, Gus Dur (KH Abdurrahman Wahid, Ketua Umum Dewan Syuro PKB) tetap menjadi bapak dan tetap seorang demokrat. PKNU hanya ingin memberikan saluran politik baru bagi warga NU agar ada partai yang memperjuangkan kepentingan dan aspirasinya. Jika parpol yang memperjuangkan kepentingan warga NU hancur, warga NU juga bisa ikut hancur akibat hilangnya basis suara mereka.

Kenapa tidak bergabung dengan partai yang sudah ada?

PKNU ingin menjadi partai yang bisa mengubah tampilan politik nasional menjadi politik yang dikawal dengan moral agama. Cita-cita ini hanya dapat dilakukan dengan membentuk partai sendiri karena parpol yang ada tidak bisa memperjuangkan nilai itu. Parpol yang ada tidak memiliki struktur dan platform yang sesuai dengan tanggung jawab ulama.

Para kiai mengajarkan bahwa politik tidak dapat dimaknai sebagai wilayah abu-abu yang cenderung kotor dan penuh tipu daya. Politik adalah gerakan perubahan untuk kesejahteraan bersama sehingga harus dikawal dengan semangat kejujuran, moral, dan keadilan.

PKNU didirikan dengan moral agama karena Indonesia bukan negara sekuler dan juga bukan negara agama. Indonesia adalah negara ketuhanan, negara semua agama. Karena itu, seluruh kerja lembaga dan pejabat negara harus didasari oleh moral agama.

Kemunculan PKNU beriringan dengan menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap partai. Tidak khawatir PKNU akan kurang mendapat dukungan pemilih?

PKNU hadir dengan membawa warna baru dalam politik, yaitu politik yang berangkat dari visi keagamaan melalui bimbingan ulama. Selain menyasar warga NU, PKNU juga terbuka bagi umat Islam lainnya yang setuju dengan paham ahlussunnah wal jamaah; kelompok nasionalis yang tidak mau kehilangan keislamannya dan umat Islam yang tidak mau kehilangan nasionalismenya; serta kelompok non-Muslim. Dengan semakin rasionalnya pemilih, dengan platform dan program partai yang baik, PKNU yakin mereka akan masuk ke PKNU.

Bagaimana PKNU menempatkan para kiai tersebut?

Bagi PKNU, kiai adalah orang yang berjuang dan mencurahkan pikiran untuk rakyat. Mereka bukan sembarang kiai sehingga dalam struktur partai ditempatkan sebagai anggota dewan mustasyar (pertimbangan) dengan posisi di atas dewan syura (permusyawaratan) dan dewan tanfidz (eksekutif). Sebanyak 17 kiai senior dalam dewan mustasyar itu memiliki kedudukan dan wewenang yang sama, memiliki hak veto atas keputusan partai. Mereka memproses setiap pelanggaran yang dilakukan kader hingga menyelesaikan konflik melalui mekanisme internal. Semua pengurus partai harus tunduk dengan putusan forum kiai.

Bukankah itu hanya menjadikan para kiai sebagai penarik dukungan masyarakat semata yang setelah pemilu usai mereka ditinggalkan lagi?

Kondisi itu hanya terjadi jika peran kiai hanya didominasi beberapa orang tertentu. Sedangkan kiai yang lain tidak diberi kewenangan yang sama. PKNU ingin melembagakan peran kiai sehingga tidak bergantung pada satu figur tertentu. PKNU tak ingin menjadikan kiai sebagai penarik massa, terbukti tak ada satu pun kiai yang mencalonkan diri sebagai calon presiden.

Tidak takut langkah tersebut justru mengultuskan para kiai?

Tidak, ini bukan kultus, tetapi membangun sistem. Walaupun ada kiai dalam partai, sistem partai yang diikuti, bukan mengikuti keinginan personal kiainya.

Bukankah massa NU sudah banyak disasar partai lain, baik PKB, PPNUI (Partai Persatuan Nahdlatul Ummat Indonesia), maupun partai nasionalis lainnya?

Konstruksi politik bangsa Indonesia sejak Pemilu 1955 tidak pernah berubah, yaitu massa NU-Masyumi, nasionalis, dan komunis. Setiap aliran telah berkembang menjadi banyak partai dengan berbagai pengembangan ideologi yang lebih beragam.

Untuk partai berbasis ideologi NU sendiri masih sedikit jumlahnya. Jika pada Pemilu 1999 ada PKB, PPNUI, dan PKU (Partai Kebangkitan Umat), pada Pemilu 2004 hanya ada PKB dan PPNUI. Kini pada 2009 bertambah dengan adanya PKNU. Jadi, potensi untuk mendapat dukungan warga NU masih terbuka lebar.

PKNU ingin membangun kesadaran politik warga NU melalui pendidikan politik. NU pernah menjadi partai besar dan memberi sumbangan besar bagi berdirinya negara ini.

PKNU ingin mengajak kembali warga NU untuk membangun negara dengan cara politik, tetapi tanpa meninggalkan moral politik yang diajarkan para kiai.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com