Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Puisi-puisi Timur Sinar Suprabana

Kompas.com - 20/12/2008, 21:06 WIB

Timur Sinar Suprabana:

s a j a k   m e n g e j a   K a h a n a n

negeri macam apa ini, Saudara? hidup magreg, mandek dan badeg
padahal bahkan cuaca selalu dengan cepat berubah rupa
dan angin santer masih senantiasa mengekas dari penjuru segala.
“senja! senja!” ratap orang-orang paruh baya dalam koor genit tak berjiwa
“mengapa di mana-manasegala terasa tiba-tiba menjadi senja?
padahal kami belum puas meremaja!”
aku termangu seperti tengu di sela susu perempuan berputing ungu
dan celakanya tiba-tiba aku kehilangan segala ragu
untuk juga ikut menyusu dan gila-gilaan nyedot candu.
berayun dengan gelombang dalam angan!

aku mengapung, melayang, bergoyang, beriang.
aku nggliyeng tapi bukan kerna ciu, kti, ajong, congyang,
red label, chivas regal atau tequila campur putauw chie chiew
yang belakangan sering kutenggak bareng beno siang pamungkas,
sunu andhy purwanto, agus hermanto dan denny tulaseket.
kutenggak di room tujuh sambil ndengerin didit cordiaz
mendendangkan lagu-lagu bob marley sembari berjingkrak sexy.
aku dan saudara-saudaraku ingin mabok, tapi tak bisa.
sebab tak ada nginuman bermerek indonesia!
karena nginum, nginum terus dan terus nginum namun tak mabok-mabok
: a k u   m a ! r a h !

negeri macam apa ini, Saudara? jelaskan padaku: negeri macam apa ini?
jika presidennya menangis ketika menonton film ayat-ayat cinta
tapi saat berkunjung ke lokasi luberan lumpur lapindo
ia, presiden kita itu, unjal ambegkanpun tidak!

jelaskan kepadaku: negeri macam apa ini?
jika ketika banjir, tanah longsor dan bahkan angin ribut bercampur petir
menjadi gendruwo di tiap tlatah tumpah darah
ia, presiden kita itu, ribet upyek nyanyi-nyanyi bikin album lagu
sing ketika dirilis jebul ora payu.

negeri macam apa ini, Saudara?
jelaskan kepadaku: negeri macam apa ini?
ketika jumlah pengangguran terus bertambah
dan jumlah keluarga miskin makin banyak,
ketika harga-harga tak henti naik berlipat
dan bahkan tahu serta tempe tak lagi bisa terbeli oleh rakyat
wakil presiden dari presiden kita itu sembari cengengesan
memapar angka-angka yang dia kata patut diyakini sebagai indikator
bahwa keadaan rakyat, keadaan masyarakat dan bangsa ini
dari waktu ke waktu terus membaik.
 
aku tak tahu.
aku yang picek ataukah wakil presiden dari presiden kita itu yang buta?
aku tak tahu.
aku yang terlanjur tak bisa percaya angka-angka
ataukah wakil presiden dari presiden kita itu yang sedang menebar dusta?

angka-angka tak pernah membuktikan apa-apa
karena yang kutahu adalah bahwa dari hari ke hari
makin banyak orang yang bisa makan hanya di dalam mimpinya.
itulah sebab mengapa busung lapar, beri-beri, buruk gisi, buyuten
dan ngantukan bertebaran di berbagai penjuru negeri.
menyerang bayi, balita, anak-anak, remaja, orang tua-orang tua,
dan perempuan ataupun laki-laki. bahkan juga menyerang waria!

tapi apa kata menteri kesehatan dari presiden kita itu?
sambil sesekali menepuk-nepuk pipi kiri dengan kertas tisue
lantaran ia pikir pupurnya melumer oleh sorot lampu kamera televisi swasta,
menteri kesehatan dari presiden kita itu berkata, “tidak..., tidak...,
bukan.., bukan saudara. itu bukan beri-beri. bukan busung lapar.
bukan buruk gisi.
begini ya..., saya ingin katakan pada teman-teman wartawan...,
itu karena mereka kurang menjaga kebersihan lingkungan.
juga karena rumah-rumah mereka tidak memiliki cukup ventilasi udara...”

marah dan sedih, sedih dan marah,
bukan karena nginum dan terus nginum tapi tak kunjung mabok,
bukan karena frustrasi atau apa lagi merasa tak berdaya,
bukan karena bertahun menggapai sia-sia,
aku kluyuran, limbung, gluyuran dan bentoyongan
dari satu wajah ke lain tanah, dari satu hari ke lain hati.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com