Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Yangshuo, China Sanjie Liu yang "Ruuaarrr Biasa"

Kompas.com - 23/11/2008, 13:18 WIB

Ternyata, para petani Yangshuo pun mengalami masalah serupa dengan para tuan tanah di sana, dan Liu Sanjie pun mengungkapkan pembelaannya dengan nyanyian-nyanyiannya. Suatu ketika para tuan tanah menantang para petani untuk melakukan kompetisi menyanyi, dengan kesepakatan kalau para petani menang, maka mereka akan dibebaskan dari membayar pajak terhadap para tuan tanah. Dalam kompetisi-kompetisi serupa sebelumnya, para tuan tanah selalu menang. Akan tetapi, kali ini para petani Yangshuo mempunyai Liu Sanjie yang kemudian mewakili mereka dalam kompetisi menyanyi itu. Ternyata, kemerduan suara Liu Sanjie memang tidak terkalahkan sehingga para petani pun menang dan tidak perlu lagi membayar pajak kepada para tuan tanah.

Akan tetapi, para tuan tanah jahat bernama Mo Huairen yang tak rela kehilangan pajaknya kemudian berusaha dengan segala cara untuk merebut Liu Sanjie dari para petani dengan mengiming-imingi banyak hal, termasuk berupaya meminang Liu Sanjie, bahkan berusaha membunuhnya. Namun, Liu Sanjie sudah lebih dulu menjalin kasih dengan putra seorang petani, menolak lamaran tuan tanah itu. Akhirnya demi keselamatan keduanya, Liu Sanjie dan kekasihnya pergi dari Yangshuo dan mendapatkan kebahagiaannya.

Permainan cahaya dan musik

Opera Sanjie Liu terbagi ke dalam tujuh segmen utama, yang masing-masing diwakili dengan dominasi warna tertentu, yaitu perak, emas, biru, hijau, merah, hitam, dan campuran beberapa warna. Panggung sungai dengan daratan di pinggirannya dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk menggambarkan kehidupan para petani suku minoritas Zhuang, di dusun mereka, di tempat bertani, dan juga di sungai.

Opera yang memanfaatkan kegelapan malam itu memang mengandalkan kekuatannya pada permainan lampu sorot, bahkan juga pakaian yang khusus diberi beberapa lampu putih (neon). Lampu-lampu sorot itu dipermainkan sedemikian rupa sehingga menciptakan efek dramatis di atas permukaan sungai. Pemandangan itu semakin indah dengan dihiasi sajian musik opera yang intinya bercirikan musik pop, tetapi dengan balutan hiasan-hiasan musik etnik China dan lagu yang seluruhnya berbahasa China.

Potongan badan sungai sebagai panggung, dimanfaatkan semaksimal mungkin dengan kehadiran sejumlah perahu, panggung-panggung terapung, dan juga bentangan kain dari sisi satu ke sisi lain sungai tersebut.

Akan tetapi, yang sungguh istimewa adalah pemilihan tempat itu sebagai panggung, dengan latar belakang 12 bukit kars di belakangnya. Bukit-bukit yang tidak kecil itu, dengan luar biasa juga, dijadikan bagian dari pertunjukan dengan sorotan lampu yang kuat ke bukit-bukit tersebut.

Inilah bukti nyata tingginya kreativitas seniman-seniman China, yang didukung pula dengan pengerahan berbagai sumber daya, antara lain listrik dan lampu-lampu sorot, dan pemain dalam jumlah banyak, serta perangkat tata suara yang tersebar di berbagai tempat, tetapi menyatu dengan panggung alam itu.

Menyaksikan pertunjukan itu, sebuah pertanyaan menggelitik muncul. Bagaimana bisa dalam lingkungan pemerintahan komunis yang konon sangat mengungkung kreativitas warganya, ternyata bisa dilahirkan karya yang menampilkan kreativitas sangat tinggi itu. Yang jelas, dalam banyak hal, kini kita bisa melihat ternyata China bisa melakukan banyak hal dengan sangat serius dan profesional. Bagaimana dengan kita ???

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com