Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bernadette, Menciptakan "Obama" di Indonesia

Kompas.com - 22/11/2008, 07:30 WIB

Oleh Elok Dyah Messwati dan Irwan Julianto

Apa yang harus dilakukan kaum muda dan mahasiswa Indonesia jika suatu saat nanti tampil menjadi pemimpin bangsa, seperti Barack Obama? Kuncinya satu: aktiflah dalam kegiatan kemahasiswaan dan kemasyarakatan seperti yang pernah dilakukan Obama. Akan lebih baik jika calon pemimpin Indonesia, seperti halnya Obama, punya kepekaan lintas-budaya dan budaya lokal.

Pendapat ini dikemukakan Prof Dr Bernadette N Setiadi (60), mantan Rektor Universitas Katolik Atma Jaya, Jakarta, yang pada 31 Oktober lalu dikukuhkan sebagai guru besar psikologi di Universitas Atma Jaya, Jakarta.

Pidatonya, ”Relevansi Psikologi Lintas-Budaya dalam Memahami Kepemimpinan Global”, relevan dengan situasi dunia yang baru menyaksikan kemenangan Obama sebagai presiden ke-44 Amerika Serikat (AS) dan situasi Indonesia yang tahun depan menyelenggarakan pemilu legislatif dan presiden.

”Obama itu unggul karena muda, inspiratif, dan pernah terekspos pada budaya lain sehingga ia punya kepekaan terhadap kesulitan masyarakat di negara berkembang. Perspektifnya menjadi lebih kaya,” ujarnya ketika ditemui di kantornya beberapa waktu lalu.

Anak keenam dari sembilan bersaudara ini merasa hidupnya adalah anugerah karena dapat mencapai jenjang dan karier akademik tertinggi di bidang ilmu yang digelutinya.

”Saya di kelas enam SD ketika Ayah meninggal. Dua kakak tertua saya terpaksa drop out dari kuliah mereka, melanjutkan usaha keluarga, pabrik es lilin dan toko onderdil di Bukittinggi. Ibulah yang membesarkan kami hingga ia meninggal ketika saya di tingkat terakhir (Fakultas) Psikologi UI (Universitas Indonesia),” kata Bernadette. Ia masuk UI tahun 1967 ketika belum berganti nama Tionghoa-nya.

Tentang ilmu psikologi, menurut Bernadette, selama ini masyarakat lebih melihatnya sebagai ilmu untuk memahami orang-orang bermasalah. Padahal, psikologi bisa merambah ke berbagai aspek perilaku manusia dan masyarakat. Selama ini, 70 persen-80 persen buku-buku psikologi terbitan AS, sisanya Eropa Barat.

Psikologi ulayat dan lintas-budaya

Ia meyakini, Indonesia dengan kebinekaan suku dan rasnya dapat menyumbangkan sesuatu pada khazanah psikologi dunia karena Indonesia adalah laboratorium hidup untuk pemahaman psikologi ulayat (indegenoous psychology) dan psikologi lintas-budaya.

Membandingkan AS dengan Indonesia memang kurang adil, katanya, karena kelas menengah di AS jumlahnya amat besar dan sistem demokrasinya jalan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com