Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus VLCC Terancam Dihentikan Penyidikannya

Kompas.com - 13/11/2008, 20:42 WIB

JAKARTA, KAMIS - Kejaksaan Agung (Kejagung) sedangkan memikirkan langkah hukum untuk menindaklanjuti hasil audit BPK terhadap kasus dugaan korupsi pada penjualan dua kapal tanker raksasa milik Pertamina atau VLCC. Langkah yang akan ditempuh Kejagung, mengarah kepada penghentian penyidikan atau SP3.

Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Jampidsus, Marwan Effendy menegaskan, BPK yang diminta melakukan audit VLCC, menyatakan tidak dapat menghitung kerugian negara. Dalihnya, tidak ada pembanding harga untuk menghitung kerugian negara dalam penjualan dua kapal tanker tersebut.

"BPK tidak dapat menghitung (kerugian negara). Namun langkah Kejaksaan akan mengkaji terlebih dahulu untuk mengambil langkah-langkah selanjutnya. Apakah masih bisa ada langkah-langkah lain," tegas Marwan di Kejagung, Jakarta, Kamis (13/11).

Atas dasar itulah, kejaksaan tidak mau menggantung nasib hukum para tersangka. "Tidak ada langkah lain, ya harus diapain. Artinya itu risiko hukum. Kita harus memberi kepastian, jangan menggantung nasib orang," ujar Marwan. Jadi akan di SP3? "Ya, kamu orang bisa menafsirkan, nggak usah dijelaskan," lanjut Marwan.

Dalam kasus VLCC ini, Kejagung menetapkan tiga tersangka. Yakni Laksamana Sukardi dan dua mantan petinggi PT Pertamina, yakni mantan Direktur Utama Arrifi Nawawi dan mantan Direktur Keuangan Alfred H Rohimone.

Kasus VLCC bermula pada 11 Juni 2004, ketika Direksi dan Komisaris Utama Pertamina, menjual dua kapal tanker VLCC nomor Hull 1540 dan 1541, yang masih dalam proses pembuatan di Korea Selatan. Penjualan kepada perusahaan asal Amerika Serikat, Frontline itu, diduga tanpa persetujuan Menteri Keuangan. Hal itu dinilai bertentangan dengan pasal 12 ayat 1 dan 2 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 89 Tahun 1991.

Penyidik memperkirakan, dalam kasus tersebut, negara diperkirakan dirugikan sebesar 20 juta dolar AS. Pasalnya, dua kapal tanker itu, diduga dijual di bawah harga pasaran. Namun kemudian BPK menyatakan kesulitan menghitung kerugian negara, karena tidak ada pembanding.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Nasional
Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Nasional
Wapres Sebut Target Penurunan 'Stunting' Akan Dievaluasi

Wapres Sebut Target Penurunan "Stunting" Akan Dievaluasi

Nasional
Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Nasional
Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Nasional
Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Nasional
Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Nasional
Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Nasional
Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Nasional
Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Nasional
Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Nasional
Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Nasional
Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Nasional
Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com