Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cita-cita dan Kesejahteraan Prajurit

Kompas.com - 14/10/2008, 00:37 WIB

Silmy

Penghasilan cukup merupakan idaman semua orang meski tidak semua orang menjadikan penghasilan sebagai prioritas utama.

Kecukupan seseorang yang satu dengan yang lain tidak sama. Perasaan cukup seseorang lebih tepat mewakili kata sejahtera. Dengan demikian, kesejahteraan dapat didefinisikan sebagai rasa berkecukupan yang didasari atas kemampuan dalam pemenuhan kebutuhannya. Karena itu, ukuran kesejahteraan itu sebenarnya berasal dari diri sendiri.

Kesejahteraan seseorang setiap saat bergerak dengan kecenderungan meningkat seiring bertambahnya kebutuhan. Masalahnya, bagaimana jika penghasilannya kurang atau tidak cukup.

Setiap profesi memiliki cara dalam menambah penghasilannya, umumnya dengan menambah waktu kerja. Misalnya, seorang dokter menambah jam praktik, guru memberi les privat, dan pekerja dengan kerja lembur. Ada juga dengan cara berpindah kerja, baik secara vertikal maupun horizontal. Maksud secara vertikal adalah pekerjaan tetap, tetapi pindah perusahaan. Banyak contoh untuk hal ini, seperti pilot maskapai lokal pindah ke maskapai asing dan sebagainya.

Namun, bagaimana dengan militer. Militer menghadapi keterbatasan untuk memenuhi kebutuhan hidup sejahtera, baik dengan menambah waktu kerja maupun dengan berpindah profesi. Satu-satunya cara perbaikan penghasilan dengan mengandalkan anggaran dari pemerintah.

Sebelum reformasi, militer memiliki tiga pekerjaan ekstra yang—langsung atau tidak langsung—bisa menambah penghasilan prajurit. Ketiga pekerjaan itu adalah, pertama, keterwakilan di legislatif dalam wujud fraksi ABRI. Kedua, jabatan eksekutif menjadi gubernur, bupati/walikota. Ketiga, mendapat kesempatan luas untuk berbisnis.

Kini, dua pekerjaan ekstra pertama sudah ditiadakan. Tidak ada lagi Fraksi ABRI di DPR maupun DPRD. Juga tak ada lagi posisi eksekutif yang diperoleh sebagai ”hadiah”. Yang tersisa tinggal kesempatan berbisnis yang akhir tahun ini akan ”diserahkan” kepada pemerintah sesuai amanat UU No 34 Tahun 2004.

Bisnis TNI

Kita mengetahui bisnis milik militer (TNI) sebenarnya telah dimulai sejak perang kemerdekaan 1945-1949. Sejak itu bisnis di lingkungan militer terus berlangsung, berkembang hingga kini dan berpuncak pada era Soeharto. Selain diberi keleluasaan, saat itu bisnis militer mendapat dukungan fasilitas sehingga cepat membesar dan menggurita.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com