Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Manusia Modern Akan Berevolusi secara Kultur

Kompas.com - 10/10/2008, 16:49 WIB

SALATIGA, JUMAT — Pascaevolusi Homo sapiens, manusia modern masih akan terus berevolusi, baik molekuler maupun genetik. Namun, berbeda dengan evolusi sebelum masa Homo sapiens yang sangat dipengaruhi lingkungan, perkembangan manusia modern akan didominasi evolusi kultur.

Demikian diutarakan ahli evolusi molekuler Fakultas Biologi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, Ferry Fredy Karwur PhD, dalam Seminar "Evolusi: Manusia Jawa Purba: A New Adventure" di Kota Salatiga, Jawa Tengah, Kamis (9/10). Hadir sebagai pembicara Kepala Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran Dr Harry Widianto.

Menurut Ferry, evolusi kultur akan menjadi pendorong paling kuat evolusi. Berbeda dengan evolusi genetik yang membutuhkan waktu ribuan bahkan jutaan tahun, evolusi kultural berlangsung relatif lebih cepat. Sebagai contoh, selama kurun waktu 200 tahun terakhir, perilaku manusia sudah berubah secara fundamental.

"Kalau manusia modern beradaptasi dengan akal, manusia purba beradaptasi secara fisik. Hal ini terlihat dari perubahan bentuk fisik manusia purba dari generasi sebelum Homo sapiens," kata Harry.

Sebagai contoh, untuk menghadapi tekanan lingkungan, manusia purba memiliki torus yang menonjol, kekuatan rahang yang lebih besar, serta gigi-gigi besar dengan akar terbuka. Kondisi ini perlahan-lahan berubah.

"Bulu pada manusia purba yang perlahan menghilang merupakan bentuk adaptasi fisik terhadap iklim yang mulai menghangat," ujarnya.

Kapasitas otak

Homo sapiens yang ada sejak sekitar 120.000 tahun lalu menunjukkan karakter yang lebih berevolusi dan modern dibandingkan dengan Homo erectus (1,7 juta tahun lalu). Salah satu yang paling utama adalah bertambahnya kapasitas otak. "Volume otak Homo erectus sekitar 1.016 cc, sedangkan Homo sapiens mencapai 1.355 cc," ujar Ferry.

Ferry mengatakan, meski evolusi kultural sangat dominan, tidak tertutup kemungkinan terjadinya evolusi fisik. Proses evolusi ini diawali dengan adanya tekanan terus-menerus yang semula tidak bersifat genetis, tetapi akhirnya menjadi bersifat genetis melalui jembatan epigenetis yang menghubungkan dengan lingkungan. Meski demikian, waktu yang dibutuhkan untuk evolusi fisik ini sangat tergantung dengan intensitas tekanan tersebut.(GAL)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com