Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ramadhan di Sanaa

Kompas.com - 08/10/2008, 08:30 WIB

Selama dua jam penerbangan dari Bahrain ke Sana’a, Yemen, pria Arab yang duduk di samping seolah tidak peduli dengan keberadaan saya. Beberapa kali dia mengomel kepada pramugari untuk berbagai hal. Tampaknya, ia ingin sekali menunjukkan kepada saya bahwa ia tahu banyak soal penerbangan. Terakhir, orang itu mengomel karena di pesawat tidak ada kartu imigrasi. “Very bad service. You must be ashamed,” katanya kepada pramugari yang sudah menunduk-nunduk minta maaf.

Menjelang pendaratan, ketika pesawat terguncang keras, tiba-tiba ia mengajak saya bicara. “Saya dari Dammam, Arab Saudi. Saya benci sekali dengan menit-menit terakhir sebelum mendarat di Sana’a. Selalu begini. Selalu berguncang-guncang. Seperti penerbangnya sedang menghadapi kesulitan mendarat,” katanya nyerocos.

Ealah, rupanya dari tadi dia ngomel karena sebetulnya dia sedang stress.

Gara-gara dia stress, saya pun jadi ikut ketakutan. Benar saja. Lima belas menit terakhir pesawat memang terguncang-guncang keras. Saya lihat ke bawah. Gunung-gunung gersang di bawah kami. Untungnya, pesawat kami berhasil mendarat mulus.

Serangan Al Khaida ke Kedutaan Besar Amerika Serikat empat hari sebelum kedatangan saya di Sana’a membuat pemeriksaan keamanan menjadi lebih ketat. Ternyata, Dubes Yemen di Indonesia, YM Abdulrahman Alhothi menjemput saya ke dalam ruang ketibaan. Dia khawatir saya akan mendapat masalah dengan pemeriksaan ketat itu.

Tetapi, ketika saya ingin bernapas lega, mendadak saya sadari bahwa sejak tadi sebetulnya pernapasan saya seperti tidak berjalan lancar. Jangan-jangan saya sakit? Tiba-tiba saya menjadi khawatir. “Kamu tidak sakit, kok. Kamu berada pada ketinggian 2200 meter,” kata Pak Dubes.

Ah, itulah sebabnya. Sana’a memang mirip dengan Santa Fe di New Mexico, karena lokasinya yang berada di dataran tinggi. Pegunungannya juga sama-sama tandus. Bedanya, di Santa Fe tanahnya kemerahan, sedang di Yemen agak abu-abu.

Pak Dubes sendiri yang menyetir mobilnya di tengah lalu lintas Sana’a yang semrawut. Padahal, di Jakarta malah ia tidak pernah mengemudi. Alhasil, mobil barunya diserempet dua kali hari itu. Mungkin Anda semua harus sering-sering datang ke Sana’a, supaya sadar bahwa sebenarnya Jakarta jauh lebih baik. He he he ...

Pak Dubes sudah memesankan tempat untuk saya di sebuah hotel berbintang lima di Sana’a. Hotel Sheba yang dikelola oleh Taj Hotel dari India. Pemilik hotel itu adalah teman Pak Dubes, karena itu saya dapat diskon besar. Tanpa diskon pun sebenarnya tarif hotel di Sana’a setara dengan di Indonesia. Artinya, tidak seberapa mahal.

Tetapi, ternyata saya tidak diantar ke hotel. Karena sudah hampir tiba saat berbuka puasa, Pak Dubes mengajak saya ke tempat temannya – si pemilik Hotel Sheba itu, yang ternyata juga pemilik dealership Mercedes Benz di Yemen – untuk iftar. Rumahnya mewah, bagai puri (mansion). Sekitar seratus tamu sudah hadir di sana. Tampak sekali bahwa ini adalah sekumpulan manusia eksklusif. Hampir semuanya memakai pakaian tradisional, lengkap dengan jambiya (semacam keris) di bagian perut.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com