Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keterkaitan Uli Kozok dengan Sastra Batak

Kompas.com - 22/09/2008, 20:53 WIB

Oleh Khaerudin dan Agnes Rita Sulistyawati

Keinginan untuk melihat dunia, mempertemukan Uli Kozok dengan Indonesia. Selepas menamatkan sekolah menengah atas, Ketua Departemen Bahasa Indonesia Universitas Hawaii di Honolulu, Amerika Serikat, ini awalnya hanya ingin mengunjungi kerabatnya di Australia.

"Di peta saya lihat Indonesia, saya putuskan singgah di negara ini," ujar Uli yang cintanya pada Indonesia berawal dari kebetulan.
Saat mengunjungi Medan tahun 1981, teman seperjalanan Uli sakit. Dia menunda pergi ke Australia dan memutuskan tinggal sementara di Medan.

Selama itu Uli mengisi waktu dengan belajar bahasa dan budaya setempat. Sekembalinya dari Indonesia, Uli yang saat itu belajar
arkeologi di Universitas Hamburg menghadiri simposium tentang kebudayaan dan bahasa di Sumatera Utara yang dihadiri pakar dari
Jerman dan negara lain. Sejak itu ia tertarik mempelajari budaya dan bahasa Batak.

"Menemani teman seperjalanan yang sakit, itu kebetulan saya yang pertama. Awalnya saya tertarik bahasa Karo, kemudian saya belajar bahasa Toba, Angkola-Mandailing, dan Pakpak. Lalu, saya putuskan untuk belajar pada Jurusan Bahasa dan Budaya Austronesia," ujarnya.

Guru pertama Uli, Profesor Reiner Carle, filolog yang ahli bahasa Batak. Secara kebetulan Uli mendapat beasiswa Pemerintah Jerman, DAAD (Deutsche Akademischer Austauschdienst) tahun 1983-1985 untuk menjadi mahasiswa tamu di jurusan Sastra Daerah Universitas Sumatera Utara (USU).

Saat itu Uli menilai kondisi perkuliahan Jurusan Sastra Daerah USU sangat memprihatinkan. "Praktis saya enggak dapat apa-apa selama belajar. Banyak mahasiswa dan dosen yang kurang paham naskah Batak," katanya.

Menurut Uli, kelangkaan sumber naskah Batak di Medan dan kota lain di Sumut yang menyebabkan kondisi tersebut. "Koleksi naskah Batak di Jerman hampir 600, di Belanda jumlahnya ribuan, sedangkan di Indonesia mungkin hanya 200-an," kata Uli.

Bahasa dan budaya Karo, yang menjadi awal ketertarikan Uli, dia teruskan dengan meneliti bilangbilang, puisi percintaan masyarakat
Karo yang ditulis pada bambu. Ada sekitar 125 naskah dari sekitar 20 koleksi bilangbilang di seluruh dunia. Ia terjemahkan puisi itu dalam bahasa Jerman dan dianalisis dalam kaitan fungsi aksara pada masyarakat Karo.

"Bilangbilang itu ditulis bukan untuk dibaca karena sangat kecil hurufnya. Tetapi, hampir semua masyarakat Karo yang mengerti tentang bilangbilang pasti tahu apa yang tertulis di dalamnya," ujar Uli.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com