Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wantimpres Diminta Ingatkan Presiden Soal Asian Agri Group

Kompas.com - 22/09/2008, 20:42 WIB

JAKARTA, SENIN-Dewan Pertimbangan Presiden atau Wantimpres diminta untuk mengingatkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar turun tangan dan memberikan perhatian khusus dalam kasus pengusutan kejahatan pajak dan pencucian uang (money laundering) yang diduga dilakukan oleh Asian Agri Group, pimpinan Sukanto Tanoto.

Dalam pengusutan kasus tersebut, aparat pemerintah dan aparat hukum dinilai belum satu suara. Direktorat Jenderal Pajak Departemen Keuangan (Ditjen Pajak Depkeu), Kepolisian Negara RI dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), dinilai masih berjalan sendiri-sendiri.

Demikian disampaikan oleh Juru Bicara Koalisi Antiperadilan Korup, Teten Masduki, saat bertemu dan diterima oleh sejumlah anggota Wantimpres di Gedung Eks Dewan Pertimbangan Agung (DPA) di Jakarta, Senin (20/9). Sejumlah anggota Wantimpres yang hadir di antaranya Adnan Buyung Nasution, Budhisantoso, Ali Nurdin dan lainnya.

Dalam pertemuan tersebut Teten didampingi sejumlah anggota Koalisi Antiperadilan Korup antara lain Heru Hendratmoko dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI), perwakilan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Transparancy International Indonesia (TII), Perhimpunan Pendidikan Demokrasi (P2D), Lembaga Bantuan Hukum Pers (LBH Pers), Imparsial dan lainnya.  

 

Apabila kasus tersebut tidak terungkap dan tidak bisa diadili, maka kasus yang luar biasa itu akan menyebabkan macetnya sistem hukum kita. "Ini karena belum adanya dukungan dalam penegakan hukum dan sistem yang terintegrasi antara Kepolisian, PPATK dan Ditjen Pajak," ujar Teten.

Menurut Teten, dalam pengusutan kasus tersebut, belum ada dukungan yang kuat untuk meminalisir kerugian negara yang diperkirakan mencapai Rp 1,3 triliun. "Belum ada sistem yang terintegrasi untuk mengusut tunta kasus tersebut," tambah Teten.

Terkait dengan pengungkapkan kasus tersebut, Teten juga meminta agar Presiden Yudhoyono memberikan perkuatan terhadap Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), terutama terhadap Vincent, saksi pelapor atas dugaan kejahatan pajak oleh kelompok perusahaan tersebut.

Vincent, misalnya. Dia adalah saksi kunci (whistle blower) dalam kasus tersebut. Akan tetapi, kasus yang menimpanya (dugaan penggelapan uang) diproses lebih dulu oleh Kepolisian. "Kasus yang merugikan negara yang dilaporkannya justru dinomorduakan," tambah Teten.

Jangan gantung kasus

Menanggapi laporan yang disampaikan Koalisi Antiperadilan Korup, Adnan sempat menyatakan jika kasus ini bisa diungkapkan, maka kejahatan pajak yang dapat dibongkar itu dapat digolongkan kasus terbesar di Indonesia. Namun, kesimpulan dari pertemuan tersebut tidak diketahui mengingat pers, yang sejak awal mengikuti pertemuan, mendaak diminta keluar.

Sementara, Senior Adviser Corporate Communication Raja Garuda Mas, perusahaan terafiliasi Asian Agri Group, Eduard Depari, menyayangkan Ditjen Pajak yang hingga kini masih menggantung kasus pajak Asian Agri sehingga berkembang sedemikian rupa sampai tuduhan yang bermacam-macam.

Pak Sukanto itu justru dirugikan, karena persoalan yang seharusnya bisa diselesaikan b to b bersama dengan Ditjen Pajak berkembang sedemikian rupa sampai dugaan-dugaan bermacam-macam itu. "Kasusnya dibiarkan menggantung 18 bulan, padahal kami akan menyelesaikan," ujar Eduard. (HAR)  

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bongkar Pemerasan SYL, Jaksa KPK Bakal Hadirkan Sespri Sekjen Kementan di Pengadilan

Bongkar Pemerasan SYL, Jaksa KPK Bakal Hadirkan Sespri Sekjen Kementan di Pengadilan

Nasional
MK Minta Sirekap Dikembangkan Lembaga Mandiri, KPU Singgung Kemandirian Penyelenggara Pemilu

MK Minta Sirekap Dikembangkan Lembaga Mandiri, KPU Singgung Kemandirian Penyelenggara Pemilu

Nasional
Pelajaran Berharga Polemik Politisasi Bansos dari Sidang MK

Pelajaran Berharga Polemik Politisasi Bansos dari Sidang MK

Nasional
Prabowo-Gibran Akan Pidato Usai Ditetapkan KPU Hari Ini

Prabowo-Gibran Akan Pidato Usai Ditetapkan KPU Hari Ini

Nasional
Penetapan Prabowo-Gibran Hari Ini, Ganjar: Saya Belum Dapat Undangan

Penetapan Prabowo-Gibran Hari Ini, Ganjar: Saya Belum Dapat Undangan

Nasional
Prabowo-Gibran Sah Jadi Presiden dan Wapres Terpilih, Bakal Dilantik 20 Oktober 2024

Prabowo-Gibran Sah Jadi Presiden dan Wapres Terpilih, Bakal Dilantik 20 Oktober 2024

Nasional
[POPULER NASIONAL] Para Ketum Parpol Kumpul di Rumah Mega | 'Dissenting Opinion' Putusan Sengketa Pilpres Jadi Sejarah

[POPULER NASIONAL] Para Ketum Parpol Kumpul di Rumah Mega | "Dissenting Opinion" Putusan Sengketa Pilpres Jadi Sejarah

Nasional
Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Nasional
Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Nasional
Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Nasional
Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Nasional
PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

Nasional
Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Nasional
Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com