Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hizbut Tahrir Indonesia Kritik RUU Pornografi

Kompas.com - 18/09/2008, 22:05 WIB

JAKARTA, KAMIS - Tak hanya 'orang luar' saja yang mengkritik rencana disahkannya rancangan undang-undang (RUU) Pornografi. Secara resmi salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) juga melakukan kritik terhadap RUU ini yang dianggap keluar dari konteksnya. Hal ini diungkapkan oleh juru bicara HTI Muhammad Ismail Yusanto kepada para wartawan, Kamis (18/9) di DPR.
 
"Rencananya DPR akan mengesahkan RUU Pornografi menjadi undang-undang. RUU ini memang sudah lama dinantikan (lebih dari 10 tahun sejak dirancang pada tahun 1997). Harapannya, dengan terbitnya UU ini, pornografi yang sudah terlanjur demikian marak di negeri ini bisa dihilangkan. Akan tetapi bila dicermati, harapan itu agaknya tidak secara otomatis bisa tercapai,"ujarnya.
 
Ia kemudian memberikan alasan, materi dalam RUU tersebut banyak mengandung kelemahan. Mislanya menyangkut batasan pornografi pada Pasal 1 ayat 1 yang rancu antara pornografi yang dilarang dan yang dibolehkan pada Pasal 13 ayat 1.Bahkan beberapa bagiannya (Pasal 13 ayat 2) bisa dianggap memberi jalan bagi berkembangnya pornografi itu sendiri.
 
Dari sisi substansi, lanjut Ismail, penghapusan kata "Anti " pada judul RUU, yang semula RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi, memberi kesan, bahwa RUU ini hanya akan mengatur bukan menghapus pornografi.
 
"Jadi, alih-alih pornografi akan lenyap, dengan terbitnya RUU Pornografi ini, malah mungkin pornografi dan pornoaksi akan berkembang dengan berlindung pada diktum "kebolehan pornografi di tempat dan cara khusus" atau atas nama seni dan budaya (Pasal 14)," tukasnya.
 
Ismail kemudian memberikan beberapa catatan penting terkait kritik yang diberikan atas RUU Prornografi ini. Kritik utama atas RUU Pornografi ini adalah ketidakjelasan basis teologis yang digunakan oleh RUU ini. RUU ini mencoba mengatur masalah pornografi untuk seluruh masyarakat Indonesia yang pada faktanya mememeluk ragam agama.
 
"Padahal masalah pornografi dalam beberapa bagian atau seluruhnya, seperti menyangkut masalah pakaian, sangat terkait dengan keyakinan seseorang. Misalnya, pakaian seorang Muslim tentu berbeda dengan pakaian seorang Hindu. Dengan demikian aspek pornografitasnya pun juga mestinya berbeda," terangnya.
 
Ketelanjangan bahu bagi seorang perempuan Hindu mungkin tidak masalah karena memang demikianlah ketentuan peribadatan di dalam pura mereka, tapi tidak demikian halnya dengan seorang Muslimah. Karena tidakjelasnya basis teologis yang digunakan, definisi tentang pornografi dalam RUU ini juga menjadi kabur," katanya lagi.
 
Tegas dikatakan, bila pornografi adalah materi seksualitas yang melanggar nilai-nilai kesusilaan masyarakat yang menjadi pertanyaannya kemudian adalah, masyarakat yang mana? "Bila sejak definisi pornografi sudah kabur, maka tentu pengaturan berikutnya juga menjadi tidak jelas," tukasnya.
 
Adanya ketidakjelasan seperti inilah yang mengung reaksi khususnya dari komunitas non-Muslim di Bali maupun daerah lain. Dengan anggapan, khawatir RUU ini akan mengeliminir sebagian keyakinan mereka.
 
"Akan berbeda halnya bila RUU semacam ini dibuat berdasarkan ketentuan syariah. Maka definisi tentang pornografi dengan mudah dibuat. Dan pasti tidak akan menyinggung agama lain, karena masalah-masalah yang terkait dengan keyakinan dikembalikan kepada agama masing-masing, " ujar Muhammad Ismail Yusanto.
 
"Baik yang berkaitan dengan tataperibadatan maupun berpakaian. Di sinilah pentingnya penerapan syariah bagi masyarakat. Syariah akan memberikan pengaturan tentang berbagai hal secara jelas, tegas dan konsisten untuk seluruh masyarakat. Sekaligus, tetap menghargai adanya perbedaan akibat perbedaan keyakinan agama. Dengan cara itu, kerahmatan yang dijanjikan dari penerapan syariah itu bisa diujudkan," Ismail mengharapkan. (Persda Network/yat)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com