Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Ratunya Kain

Kompas.com - 18/09/2008, 13:27 WIB

Keindahan batik Jawa memang sudah terkenal hingga mancanegara. Namun, kain tradisional dari Palembang, songket, pun tak kalah indahnya. Songket, dalam keluarga kain tenun tangan sering disebut Ratunya Kain. Selain penampilannya yang gemerlap dengan benang emas, pengerjaannya juga butuh keahlian dengan nilai seni tinggi.

Kain songket Palembang merupakan salah satu peninggalan Kerajaan Sriwijaya. Berdasarkan asal muasal namanya, songket berasal dari kata tusuk dan cukit yang disingkat menjadi suk-kit. Dalam perkembangannnya, suk-kit itu banyak dilafalkan sebagai sungkit yang kemudian berubah menjadi songket.

Dahulu, songket lebih dikenal sebagai kain para bangsawan. Penampilan songket memang gemerlap, kainnya juga halus karena berbahan dasar sutra. Konon, pada masa itu setiap kelompok bangsawan memiliki corak motif masing-masing, untuk membedakannya dari kelompok lain. Lama- kelamaan, songket berubah mejadi pakaian yang wajib dikenakan pada saat upacara adat atau acara resmi lainnya.

Ciri khas songket Palembang, menurut Zainal Arifin, artisan songket, adalah adanya benang emas yang ditenun bersama-sama benang sutra atau campuran sutra dengan benang kapas. Pengerjaannya pun dilakukan dengan tangan. "Songket tidak bisa dicetak karena punya ciri kain yang berserat dan motifnya timbul," katanya. Bila kini banyak beredar kain songket yang dibuat dengan mesin, Zainal menyebutnya dengan motif songket.

Ribuan Motif
Dari segi motifnya, songket Palembang memiliki berbagai ragam motif khas. Motif untuk pinggiran kain biasanya berbeda dengan motif tumpal (kepala) kain. Kebanyakan songket Palembang memakai motif tumbuh-tumbuhan, terutama bunga-bungaan, juga komposisi motif geometris dan motif campuran. "Songket sangat unik karena tidak ada dua kain yang punya motif sama," papar Zainal.

Seperti halnya batik, ragam hias songket pun memiliki variasi yang berbeda tergantung pada penggunaannya. Ini karena setiap motif memiliki makna berbeda. Misalnya, motif Naga Besaung yang melambangkan cinta dan perdamaian. Menurut Zainal, songket dengan motif ini hanya dipakai oleh mempelai pengantin.

Sedangkan untuk orangtua mempelai, songket yang dipakai adalah yang bermotif Bintang Berantai, yang memiliki makna dua keluarga menjadi satu. Pada zaman dahulu, lanjut zainal, para janda mudah dikenali karena biasanya memakai songket motif Janda Berhias yang memiliki warna cantik dan mencolok.

Harga sepotong kain songket masih relatif mahal. Misalnya, sebuah songket dengan kain dasar sutra yang motifnya tidak terlalu rumit, dijual dengan harga Rp 2 juta per set. Zainal sendiri menjual songket dengan harga mulai dari Rp 3-20 juta per set.

Menurut Zainal, mahalnya harga songket disebabkan karena songket sepenuhnya dikerjakan dengan tangan. Selain itu harga bahan baku pun mahal, misalnya penggunaan benang sutra dan benang emas untuk motifnya. Benang-benang tersebut diimpor dari Jepang, China, atau Thailand.

"Songket adalah kain yang indah, karenanya bahan baku yang dipilih juga yang berkualitas terbaik," kata Zainal, yang memiliki gerai songket di Jakarta, Palembang, dan kota besar lainnya ini. Tak heran bila sepotong kain songket bisa bertahan hingga ratusan tahun.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com