Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Santosa Doellah, Istana untuk Rakyat

Kompas.com - 14/09/2008, 01:19 WIB

”Semua saya kerjakan sendiri. Tidak ada konsultan khusus. Saya pula yang memilih dan mencari perabot antik itu. Juga menyangkut arsitektur bangunan. Semua saya lakukan karena saya memang cinta bangunan kuno dan barang seni,” papar dia.

Untuk merenovasi istana ini, agaknya ia memiliki pengetahuan cukup—dari perbandingan melihat langsung ke istana-istana di Eropa serta dari buku-buku—untuk menghidupkan kembali setiap bagian ndalem, dengan ketelitian dan kecermatan seorang ”virtuoso”. Setiap sudut bangunan hingga yang paling rinci, termasuk pilihan perabot, mebel dan aksesorinya, memantulkan dedikasi pencinta keindahan.

Berbagai perabot, baik untuk interior maupun eksterior, dia pilih dari bahan berkualitas kelas istana. Seperti lantai marmer, cermin besar berpigura klasik, lampu kristal, patung perunggu bergaya Eropa, pot dan guci porselen china, sofa bergaya art nouveau, karpet kashmir, foto kuno, hingga meriam di depan teras istana.

Di bangunan utama, beberapa bagian diganti dengan bahan material yang lebih berkualitas tanpa meninggalkan nuansa keklasikannya. Warna pastel dan krem mendominasi, termasuk kusen dan pintunya yang setinggi empat meter. Pilarnya asli kayu jati dari Alas Donoloyo yang berusia ratusan tahun. ”Setiap hari mesti ada cawisan kembang setaman di antara sakaguru itu,” tutur Santosa.

Bagian dalam bangunan yang disebut ndalem ageng pun ”disulap”, seperti hendak mengembalikan imaji kaum ningrat tempo dulu. Di ndalem ageng yang lantainya berbalut karpet kashmir merah ini, di bagian tengahnya terdapat krobongan, semacam balai yang di dalamnya terdapat tumpukan bantal dan guling yang memberi kesan sakral.

Selain bangunan utama yang bergaya kolonial, dengan pilar geometris yang mengesankan kekokohan, Santosa juga merenovasi bangunan di sekitarnya, seperti rumah kereta, kandang kuda, dapur, juga rumah para abdi dalem di bagian samping. Di bekas kandang kereta, kini terpajang mobil antik Mercedes buatan tahun 1936, Mercedes tahun 1956, serta skuter Vespa tahun 1967, klangenan Santosa.

Ia juga membangun ”istana” baru—tetap dengan selera tinggi dan arsitektur yang diselaraskan dengan bangunan utama—di bagian belakang, seluas 3.000 meter persegi yang diberi nama Sasana Mangunsuka yang bisa disewa umum.

Di bagian timur ndalem, Santosa membangun Museum Batik Kuno. Di dalamnya tersimpan 10.000 lembar batik, dari koleksi batik buatan tahun 1840 hingga batik langka yang dibuat pada beragam lingkungan dan zaman berbeda. Di belakang museum, pengunjung bisa melihat secara langsung proses industri batik, yakni salah satu pabrik Danar Hadi yang setiap hari mempekerjakan ratusan pembatik.

Keterbukaan

Museum Batik Kuno yang dibuka tahun 2002, bersamaan dengan toko batik di bagian depan museum, mengawali keterbukaan Danar Hadi kepada pihak luar. Danar Hadi sendiri, setelah 41 tahun, kini menjadi ikon Kota Solo. Ia mewakili pengusaha dari kalangan pribumi yang meraih sukses menggulati usaha ekonomi yang semula dipersepsikan ”tradisional” ini.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com