Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Asosiasi Minta A2B Tak Kena Pajak Kendaraan Bermotor

Kompas.com - 09/09/2008, 16:51 WIB

JAKARTA, SELASA - Setelah sebelumnya lima asosiasi sektoral menyatakan keberatannya terhadap penggolongan alat-alat berat (A2B) sebagai kendaraan bermotor, kini giliran lima asosiasi sektoral lain ikut bergabung mendukung penolakan atas pajak kendaraan bermotor bagi A2B.
    
Hal tersebut diungkapkan Ketua Tim Lima Asosiasi, Susanto Joseph, di Jakarta, Selasa (9/9). Menurut Susanto Joseph, kelima asosiasi sektoral lain yang ikut bergabung tersebut yakni Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia( APHI), Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi), Asosiasi Perusahaan Alat dan Mesin Pertanian Indonesia (Alsintani), serta Asosiasi Perusahaan Rekondisi Alat Berat dan Truk Indonesia  (Aparati). Sebelumnya, hanya lima asosiasi yakni Asosiasi Jasa Pertambangan Indonesia (Aspindo), Asosiasi Perusahaan Pengelola Alat Berat/Alat Konstruksi (Appaksi), Asosiasi Pertambangan Indonesia (IMA), Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) dan Perhimpunana Agen Tunggal Alat-alat Berat Indonesia (PAABI).
    
"Bergabungnya ke lima asosiasi sektoral tersebut disampaikan oleh para pengurusnya dalam pertemuan bersama di Apindo," kata Susanto.
    
Menurut Susanto, hampir semua perwakilan asosiasi yang baru bergabung menyatakan sebaiknya pemerintah kembali pada UU Nomor 18/1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang tidak menggolong alat berat/alat besar sebagai kendaraan bermotor karena tidak dioperasikan di jalan umum. Pada umumnya, A2B hanya beroperasi di jalan pertambangan/area industri yang dibangun investor tanpa pernah sekalipun menggunakan jalan umum yang dibangun negara.
   
Sementara, Ketua Apindo, Djimanto mengatakan, pemberlakuan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) terhadap Alat-alat Berat (A2B) adalah tidak sesuai karena alat-alat berat tersebut sebagai bagian dari alat produksi.
    
"Dunia usaha harus memikul beban yang pas, sewajarnya tak lebih dan tak kurang. Alat produksi yang disamakan dengan alat angkut kendaraan bermotor ini melebihi kewajaran sehingga merupakan pembebanan yang tak sewajarnya," kata Djimanto.
    
Permasalahan dimasukkannya A2B dalam kategori kendaraan bermotor muncul saat ini ketika adanya PP no 65 tahun 2001 sebagai pelaksana dari UU Nomor 34/2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
    
Dalam PP Nomor 65/2001 tersebut, Alat-alat Berat (A2B) dikategorikan sebagai kendaraan bermotor yang dikenakan pajak (PKB-A2B/BBNKB-A2B). Atas keluarnya PP 65/2001 tersebut beberapa daerah mengeluarkan perda soal ini. Namun, pungutan pajak kendaraan bermotor terhadap A2B ini belum efektif karena pelaku usaha melakukan uji materi (judicial review) terhadap PP 65/2001 tersebut ke Mahkamah Agung. Dan MA akhirnya menerbitkan fatwa yang menyarankan PP tersebut dibatalkan.
    
"Para pengusaha sebenarnya tidak keberatan jika dilakukan pungutan untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) sepanjang peraturan yang rasional dan payung hukum yang jelas." kata Susanto.
    
Sebagai solusi atas distribusi keuangan antara pemerintah pusat dan daerah agar dunia usaha tidak berkeberatan, Susanto memberikan solusi alternatif yakni dengan dikenakan pungutan (retribusi) yang bersifat sekali sebagai Bea Masuk Daerah (BMD). 
    

"Jadi, jika pemda ingin melakukan pungutan bisa dilakukan dengan retribusi daerah yang itu dikenakan pada A2B yang masuk ke suatu daerah dan hanya sekali pungutan," kata Susanto.
    
Sedangkan alat berat tertentu yang terpaksa melintas di jalan umum karena belum tersedianya jalan khusus misalnya ke tempat penampungan, ke pelabuhan atau dalam rangka mobilisasi ke daerah operasi usaha lainnya dapat dikenakan pajak.
    
Sementara, menurut Ketua Umum Alsintani Kartono W, dimasukkannya A2B sebagai kendaraan bermotor, tidak hanya sektor pertambangan atau jasa pertambangan saja yang akan terkena dampaknya. Karena, tambah Kartono, hal itu juga akan berlaku untuk alat-alat berat ini digunakan di sektor pertanian. Hanya saja, Kartono mempertanyakan sampai saat ini belum ada kriteria yang jelas mengenai pengkategorian alat-alat berat/alat besar.  Kartono mempertanyakan apa kriteria dan bagaimana cara menentukannya.
    
Kartono W., mencontohkan, dalam pertanian, ada alat pertanian yang tergolong sebagai alat berat dan ada yang tidak tergolong alat berat,  sekalipun sama-sama digerakkan oleh mesin. Yang membedakan hanya ukuran alat tersebut. Hal ini dinilai Kartono akan membingungkan dan merepotkan pengusaha.

 

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com