Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rusia (4): Nikmatnya Sate Ala Negeri Beruang Merah

Kompas.com - 14/08/2008, 07:28 WIB

Sate? Ya, potongan daging bakar yang ditusuk dengan bilah-bilah bambu dan disajikan dengan sambal kecap atau kacang ini memang merupakan menu khas dari Indonesia. Tapi siapa sangka di negeri nun jauh di sana, Rusia, ada pula makanan seperti ini.

Beberapa waktu lalu, tanpa sengaja saya mendapat kesempatan untuk mencicipi sate khas Rusia. Sebenarnya, tak ada yang tahu pasti apa nama makanan ini, sebab tak banyak orang di kota kecil macam Chelyabinsk ini yang bisa berbicara bahasa Inggris, termasuk juru masaknya. Jadi, tak ada yang bisa ditanyai.

Tapi rasanya itu tak penting lagi. Yang namanya selera pasti tak mengenal bahasa. Boleh saja makanan mirip sate ini disebut sebagai makanan khas Rusia, tapi sejujurnya inilah makanan pertama yang saya temui di negeri itu yang sesuai dengan "lidah melayu".

Siang itu ada perjamuan dalam rangka peringatan 75 tahun ChTZ Uraltrac, sebuah pabrik alat berat terbesar di Rusia. Saat Perang Dunia II berkecamuk, pabrik ini pula yang membuat alat perang seperti panser dan tank. Hasilnya, Rusia berhasil memukul mundur pasukan Jerman dan menjadi pemenang dalam perang itu.

Di dalam ruangan yang kira-kira berukuran 8x20 meter itu berkumpul ratusan dealer dan penjual alat berat Uraltrac dari seluruh Rusia, dan beberapa negara eks-Rusia. Empat buah meja panjang dengan taplak putih disusun sejajar, dengan hiasan puluhan balon gas berwarna putih, biru dan merah, sesuai bendera Rusia.

Di atas meja-meja itu penuh sesak berbagai jenis makanan dan minuman, seperti roti, keju, daging asap, ikan salmon, anggur, jeruk, vodka dan wine. Sementara makanan utamanya, sesuai dengan kebiasaan di Eropa, akan diantarkan secara bergelombang, mulai dari makanan pembuka, hingga ke menu utama.

Bagi kami yang sudah tiga hari berada di Rusia, semua menu itu sebenarnya kurang mengundang selera. Apalagi tak ada nasi di sana. "Orang Indonesia kalau belum makan nasi rasanya belum makan. Aduh, mana saya lupa bawa sambal," celetuk Vincent Lingga, rekan seperjalanan saya.

Belum lagi problem tambahan dialami beberapa teman muslim. Wajar jika mereka khawatir daging-daging asap yang terhidang di hadapan mereka bukan daging sapi atau kambing. Alhasil, Eddy seorang rekan muslim, sibuk menciumi potongan daging yang terhidang. "Percuma Ed, toh kamu kan enggak tahu daging babi bau-nya kayak apa!" canda Firman, salah satu teman lain.

Pilihan paling aman jatuh pada salmon asap. Di hari-hari pertama, makanan ini terasa enak, tapi baru hari ketiga, sebagian besar dari kami sudah bosan.  Mungkin karena daging salmon itu disajikan tanpa bumbu. Atau, mungkin juga kami yang tak tahu cara membumbuinya?

Tapi, rupanya hari ini menjadi hari yang terbilang istimewa bagi kami. Sebab setelah beberapa makanan pembuka, pelayan membawa piring kecil berisi lima tusuk daging ayam bakar. Bedanya dengan sate di Indonesia, potongan daging ayam itu lebih besar,  dan di antara satu potongan dengan potongan lainnya terselip irisan bawang bombay.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com